Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meningkatkan status kasus suap distribusi gula di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III tahun 2019 dari penyidikan ke tahap penuntutan.
Peningkatan status kasus itu dilakukan setelah KPK merampungkan berkas perkara milik Direktur Utama PTPN III (Persero) Dolly Pulungan dan mantan Direktur Pemasaran PTPN III, I Kadek Kertha Laksana yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Keduanya juga segera menjalani persidangan setelah berkas tersebut telah diserahkan penyidik kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.
"Hari ini penyerahan tersangka kepada penuntut umum tahap II, tersangka DPU (Dolly Pulungan) dan tersangka IKL (I Kadek Kertha Laksana) atas suap PTPN III Holding," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Selasa (31/12/2019).
Baca Juga: Draf Perpres KPK Dikritik, Mahfud MD: Enggak Apa-apa
Selain I Kadek, KPK telah menetapkan Pieko Nyoto Setiadi, pemilik PT Fajar Mulia Transindo sebagai tersangka lantaran dianggap berperan menyuap Dolly Pulungan.
Diketahui, PTPN III merupakan induk BUMN perkebunan yang membawahi 13 PTPN, termasuk PTPN X dan PTPN IX yang dipimpin Gede Meivera dan Dwi Satriyo.
Dolly melalui Kadek Kertha Laksana diduga menerima suap sebesar SGD 345 ribu dari Pieko. Suap ini diberikan terkait distribusi gula di PTPN III.
Pieko merupakan pemilik dari PT Fajar Mulia Transindo dan perusahaan lain yang bergerak di bidang distribusi gula. Pada awal tahun 2019 perusahaan Pieko ditunjuk menjadi pihak swasta dalam skema long term contract dengan PTPN III (Persero).
Dalam kontrak ini, pihak swasta mendapat kuota untuk mengimpor gula secara rutin setiap bulan selama kontrak berjalan.
Baca Juga: Firli Bahuri: Presiden Tak Pernah Intervensi Kinerja KPK Termasuk Dewas
Di PTPN III terdapat aturan internal mengenai harga gula bulanan yang disepakati oleh tiga komponen yaitu PTPN III, pengusaha gula, dan ASB selaku Ketua Asosiasi Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI). Pada sebuah pertemuan, Dolly meminta uang pada Pieko terkait persoalan pribadinya untuk menyelesaikannya melalui ASB.