Lagi pula, lanjut dia, larangan mengucapkan Selamat Natal itu masih jadi perdebatan di kalangan ulama. Ada yang melarang dan juga tidak sedikit ulama yang membolehkan sebagai bagian dari hidup toleransi antarsesama.
“Selama ini kan MUI tidak pernah mengeluarkan fatwa tentang pelarangan itu, artinya sah-sah saja dong kita mengucapkan Selamat Natal,” ucapnya.
Menurutnya prokontra mengucapkan Selamat Natal di sebagian kalangan menunjukkan bangsa Indonesia makin mundur dalam peradaban. Seharusnya Indonesia pada usia tua ini sudah tidak ada lagi permasalahan intoleransi atau diskriminasi terhadap warga yang menjalani ibadah dan kepercayaan atas agamanya.
“Dengan situasi seperti begini kita jadi mundur, seharusnya kita sudah maju,” kata dia.
Baca Juga: Toleransi Natal, Santri Pesantren Main Rebana di Gereja Mater Dei Semarang
Dia menambahkan, ICRP sendiri tidak hanya pada saat Natal saja memberikan ucapan selamat peringatan hari raya. Namun juga pada saat hari raya agama lain, seperti Hindu, Budha dan Konghucu.
Bahkan pada awal Februari 2020 mendatang, saat peringatan Hari Raya Imlek, mereka juga datang memberikan ucapan selamat. Pun dalam peringatan Imlek nanti, ICRP akan memberikan bantuan ke sebuah sekolah di Jakarta. Bantuan itu berupa perlengkapan belajar mengajar berteknologi tinggi, berupa komputer, proyektor yang tidak memakai kabel, wifi. Kemudian menampilkan atraksi barongsai dan kegiatan membacakan buku cerita-cerita rakyat.
“Kami akan buat satu kelas yang akan menjadi barometer untuk contoh membuat kelas-kelas berikutnya. Kami akan bangun generasi baru yang lebih maju,” ujarnya.
Larangan Beribadah Saat Natal Melanggar Konstitusi
Baru-baru ini, Umat Kristiani di Sungai Tambang, Kabupaten Sijunjung dan Jorong Kampung Baru, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat dilarang menggelar ibadah dan Perayaan Natal tahun 2019. Pemerintah setempat berdalih, perayaan Natal dilarang di dua lokasi itu karena tidak dilakukan pada tempat ibadah pada umumnya.
Baca Juga: Indahnya Toleransi, Gereja Ini Sediakan Musala Bagi Petugas yang Berjaga
"Mereka tidak mendapatkan izin dari pemerintah setempat kerena perayaan dan ibadah Natal dilakukan di rumah salah satu umat yang telah dipersiapkan. Pemda setempat beralasan karena situasinya tidak kondusif," ujar Badan Pengawas Pusat Studi Antar Komunitas (PUSAKA), Sudarto kepada Covesia—jaringan Suara.com melalui telepon, Selasa pekan lalu.