Suara.com - Presiden Joko Widodo atau Jokowi berencana menerbitkan tiga peraturan presiden (perpres) terkait Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ketiga perpres itu masing-masing mengatur dewan pengawas, susunan organisasi, dan status kepegawaian.
"Jadi apa pun dalam aturan main, termasuk perpres yang berkaitan dengan KPK, itu kan ada tiga, satu yang mengatur dewas (dewan pengawas), satu yang mengatur mengenai organisasi karena ini berkaitan dengan UU yang baru, dan satu lagi mengenai perubahan mengenai ASN (Aparatur Sipil Negara)," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (27/12/2019).
Sesuai UU Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK, ada sejumlah hal yang harus diatur dalam peraturan turunan UU.
Baca Juga: Jumat Siang Ini, KPK Umumkan Plt Jubir Pengganti Febri Diansyah
"Nah apa pun yang dilakukan tidak mungkin bertentangan dengan UU itu, pengaturannya dalam perpres," tambah Pramono.
Pramono juga menyatakan bahwa dalam perpres tersebut tidak ada itikad, niat atau apapun dari pemerintah yang ingin melemahkan KPK.
"Karena bagi pemerintahan ini dengan KPK yang kuat, yang diuntungkan siapa? Yang diuntungkan pemerintah. Karena pemerintahan Presiden Jokowi betul-betul menginginkan mengharapkan bisa bekerja dengan baik tapi juga persoalan penegakan terhadap antikorupsi itu tercerminkan," ungkap Pramono.
Hingga saat ini, Presiden Joko Widodo belum menandatangani ketiga perpres tersebut karena masih dalam proses finalisasi.
"Karena masih dalam proses, tentunya segera diselesaikan. Sekarang dalam finalisasi, yang jelas dari Kemenkumham, Kemenpan RB sudah diajukan ke Presiden melalui Setneg dan Setkab, kami lagi finalisasi," kata Pramono.
Baca Juga: Ketua KPK Firli Bahuri Masih Aktif di Polri, Mahfud MD: Itu Hak Dia
Dalam draf perpres mengenai organisasi dan tata kerja pimpinan dan organ pelaksana pimpinan KPK disebutkan bahwa Pimpinan KPK merupakan pejabat negara setingkat menteri yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden sebagai kepala negara (pasal 1).