Suara.com - Imbauan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur terkait larangan mengucapkan selamat Natal menimbulkan perdebatan di masyarakat. Sementara MUI pusat juga tidak mempersoalkan hal itu.
Direktur Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD), Yayasan Paramadina Ihsan Ali-Fauzi menganggap wajar perbedaan sikap dalam internal MUI tersebut.
Menurut Ihsan, hubungan MUI pusat dan daerah tidak tidak seperti pemerintahan sehingga wajar jika terjadi perbedaan fatwa.
Hal ini disampaikannya dalam cuitan yang diunggah melalui akun Twitter pribadinya, @ihsan_AF, pada Selasa (24/12/2019).
Baca Juga: Anies Keliling Tujuh Gereja untuk Pastikan Keamanan
"Hubungan MUI pusat & daerah memang tidak struktural. Wajar jika ada perbedaan fatwa. Bahkan di antara orang-orang dalam satu MUI sendiri," tulis Ihsan.
Ihsan berpendapat bahwa fatma MUI tidak wajib diikuti apalagi jika ada alasan kepentingan tertentu yang menyertai.
"Maka fatwa mereka tidak wajib diikuti. Apalagi fatwa pasti digelayuti kepentingan," ucapnya.
Ia menambahkan, "Saya Muslim. Punya fatwa sendiri. Dan bertanggungjawab atasnya."
Untuk diketahui, pada Jumat (20/12/2019), MUI Jawa Timur mengimbau umat Muslim untuk tidak mengucapkan selamat bagi mereka yang melakukan perayaan Natal. Uniknya imbauan itu tak berlaku untuk Wakil Presiden, Maruf Amin.
Baca Juga: Pelaksanaan Ibadah Misa, Ini yang Dilakukan Panglima TNI dan Kapolri
Sekretaris MUI Jatim, Mochammad Yunus mengatakan ketika seorang Muslim mengucapkan selamat Natal maka akidahnya akan rusak.
"Ucapan Natal itu kan perayaan lahirnya anak Tuhan, karena itu masuk wilayah akidah. Ketika kita mengucapkan selamat kepada peringatan itu, sama saja kita memberi selamat atas lahirnya putra Tuhan," kata Yunus.
Imbauan MUI Jatim tersebut menuai kontroversi dari sejumlah kalangan lantaran dinilai menunjukkan sikap intoleransi.