Ghada mengatakan proyek ini juga merupakan bagian dari pemberdayaan warga tunarungu di Palestina, terutama agar mereka tetap memiliki keterampilan dan penghasilan.
Menurutnya, mereka yang hidup dengan difabel termasuk "yang paling miskin diantara yang miskin" di Palestina.
Mereka juga seringkali ditolak untuk mendapat pekerjaan, pendidikan, dan pelayanan lainnya.
"Kami ingin mengubah kesan ini dan menyampaikan pada dunia bahwa orang-orang difabel secara umum, khususnya tunarungu, memiliki kemampuan profesional untuk membuat sesuatu yang berkualitas tinggi dan bersaing secara global."
Baca Juga: Pemerintah Indonesia Kecam Serangan Israel yang Tewaskan 34 Warga di Gaza
Tapi lebih dari itu, mereka memiliki misi lebih, yakni sebuah pesan perdamaian dari Palestina.
"Di Gaza, meski umat Kristen hanyalah segolongan kecil, kita ingin menyampaikan pesan perdamaian dan cinta pada dunia, bahwa kita tak membeda-bedakan agama, bahasa, dan keterbatasan," ujar Ghada.