AJI: Berulangnya Kekerasan kepada Jurnalis Karena Minim Penyelesaian Hukum

Senin, 23 Desember 2019 | 18:28 WIB
AJI: Berulangnya Kekerasan kepada Jurnalis Karena Minim Penyelesaian Hukum
Jurnalis diintimidasi di acara Munajat 212. (Dok AJI Jakarta)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menilai kekerasan terhadap jurnalis yang berulang setiap tahunnya merupakan akibat minimimnya penegakan hukum terhadap pelaku.

Para pelaku kekerasan terhadap jurnalis cenderung tidak dibawa sampai ke pengadilan. Bahkan, para pelaku kekerasan tersebut seperti memiliki impunitas, mengingat aparat penegak hukum sendiri, semisal polisi yang menjadi pelaku kekerasan.

"AJI menilai berulangnya kasus kekerasan ini, termasuk kekerasan fisik jenis, karena minimnya penegakan hukum dalam penyelesaiannya. Berdasarkan monitoring AJI, sebagian besar kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis sangat jarang berakhir di pengadilan dan pelakunya dihukum secara layak," tulis Aji dalam Catatan Akhir Tahun AJI 2019, Senin (23/12/2019).

Sebagaimana diketahui, berdasarkan catatan AJI Indonesia 30 dari 53 kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi pada 2019, pelakunya merupakan polisi.

Baca Juga: AJI Sebut Pelaku Kekerasan Terhadap Jurnalis Tahun 2019 Didominasi Polisi

"Meski ada faktor keengganan dari jurnalis (karena kurangnya dukungan perusahaan), faktor terbesar adalah praktik impunitas yang terus berlangsung bagi pelakunya," tulisnya.

Diketahui, dengan menggunakan kategori dalam Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan yang disahkan Dewan Pers, Bidang Advokasi AJI Indonesia mencatat 53 kasus kekerasan terhadap jurnalis hingga 23 Desember 2019.

Meski jumlah tersebut menurun dari tahun sebelumnya, yakni 64 kasus pada 2018, namun jumlah tersebut masih di atas jumlah kasus pada tahun 2013, 2014, dan 2015.

"Bagi AJI, fakta yang lebih merisaukan pada tahun 2019 ini adalah saat melihat statistik pelaku kekerasan terhadap jurnalis dan apa yang menjadi penyebabnya. Dari 53 kasus kekerasan ini, pelaku kekerasan terbanyak adalah polisi, dengan 30 kasus. Pelaku kekerasan terbanyak kedua adalah warga 7 kasus, organisasi massa atau organisasi kemasyarakatan 6 kasus, orang tak dikenal 5 kasus," tulis AJI dalam keterangan yang diterima Suara.com, Senin (23/12/2019).

Dari total jumlah 53 kasus, diketahui kekerasan terhadap jurnalis mayoritas terjadi dalam dua peristiwa, yaitu demonstrasi di depan kantor Badan Pengawas Pemilu 20-21 Mei 2019 dan demonstrasi mahasiswa 23-30 September 2019.

Baca Juga: Prabowo Jadi Menhan, AJI: Bukan Angin Segar Bagi Dunia Pers

Adapun kasus kekerasan terhadap jurnalis tersebut didominasi berupa kekerasan fisik sebanyak 20 kasus. Setelah itu diikuti oleh perusakan alat atau data hasil liputan sebanyak 14 kasus, ancaman kekerasan atau teror 6 kasus, pemidanaan atau kriminalisasi 5 kasus, pelarangan liputan 4 kasus.

"Masih dominannya kasus dengan jenis kekerasan fisik ini sama dengan tahun sebelumnya. Tahun lalu jenis kekerasan fisik tercatat ada 12 kasus, tahun 2017 sebanyak 30 kasus," tulis AJI.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI