Suara.com - Kasus gagal bayar yang dialami PT Asuransi Jiwasraya (Persero) jadi momok jelek buat citra Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Reputasi BUMN pun dipertaruhkan.
Hal tersebut dikatakan ekonom senior Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (20/12/2019).
"Kalau claim-nya nggak dibayar, wah itu kan reputasinya ke mana-mana, bisa jadi rating kredit kita turun berarti bunganya jadi besar, kepercayaan BUMN turun," kata Aviliani.
Langkah yang perlu segara dilakukan kata Aviliani adalah dengan melakukan restrukturisasi. Termasuk bagi para pemegang polis. Rencana holding yang dicetuskan Menteri BUMN, Erick Thohir, juga dinilai tak masalah.
Baca Juga: SBY Diseret-seret soal Jiwasraya, Kader Demokrat Ramai-ramai Membela
“Baru dibayar bunganya saja, polisnya belum. Tapi langkah ke depan harus ada policy. Penggabungan dengan yang lain enggak ada masalah karena itu bagian dari risiko yang harus ditanggung,” kata dia.
Sebelumnya Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hexana Tri Sasangko meminta maaf kepada para nasabahnya karena tidak bisa membayarkan klaim polis asuransi Jiwasraya yang jatuh tempo pada Desember ini. Tak tanggung-tanggung nilainya mencapai Rp 12,4 triliun.
"Kami meminta maaf kepada para nasabah," kata Hexana saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI dan Menteri Keuangan, di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (16/12/2019).
Dalam penjelasannya dalam rapat tersebut, Hexana bilang gagal bayarnya polis asuransi yang telah jatuh tempo karena kesalahan manajemen lama dalam melakukan investasi.
"Seharusnya manajemen lama mengambil instrumen investasi yang aman, tapi ini tidak dilakukan," kata Hexana dalam RDP tersebut.
Baca Juga: Kisruh Jiwasraya, Viral Eks Para Petingginya Asik Main Moge
Hexana menjelaskan manajemen lama memilih instrumen investasi reksa dana saham mencapai 50 persen, sehingga inilah awal mula kasus gagal bayar Jiwasraya dimulai.
Apalagi kata Hexana pemilihan reksa dana saham tersebut dilakukan di saham-saham tidur alias saham gocap dan dilakukan pula pada saham-saham gorengan sehingga banyak sekali uang perusahaan yang mengendap.
"Saham-saham yang nilainya Rp 50 rupiah banyak sekali, bahkan ada saham yang harus disuspend," kata Hexana.
Dia bercerita, kalau seandainya manajemen lama melakukan investasi yang benar tentu masalah ini tidak akan pernah terjadi. Semisal melakukan investasi di goverment bond.
"Penempatan premi di luar tak ada prinsip kehati-hatian. Investasi digeser ke reksa dana saham. Karena, kalau pakai goverment bond, itu nggak akan pernah ngejar janji return ke nasabah. Makanya, ke saham dan pencadangan saham. Pola penetrasinya tidak akan mencapai segitu," katanya.
Persoalan Jiwasraya mulai mengemuka pada Oktober 2018 saat ada laporan dari nasabah yang membuat perusahaan BUMN itu terpaksa menunda pembayaran kewajiban polis jatuh tempo.
Keterlambatan pembayaran polis jatuh tempo itu terdapat di produk bancassurance yang nilainya mencapai Rp 802 miliar.