Suara.com - Ilham Tohti, seorang akademisi dan aktivis hak-hak Uighur dianugerahi penghargaan tertinggi hak asasi manusia 'Shakarov Prize' dari Uni Eropa. Anak perempuan Tohti, Jewher Ilham, menerima penghargaan atas nama ayahnya saat ia sedang menjalani hukuman seumur hidup di penjara Tiongkok.
"Sangat disayangkan bahwa ia tidak dapat menerima penghargaan ini sendirian," kata Jewher Ilham pada upacara pemberian penghargaan, Rabu (18/12/2019).
Divonis penjara seumur hidup sejak 2014 atas tuduhan yang berkaitan dengan separatisme, Tohti bekerja tanpa lelah menyuarakan penderitaan umat Islam Uighur di Tiongkok barat ke perhatian dunia. Tahun 2006, ia mendirikan situs berita Uighur Online, yang kemudian ditutup oleh pihak berwenang China yang mengklaim mendukung ekstrimis. Ia pun telah banyak menulis tentang penganiayaan orang Uighur di Beijing dan upaya asimilasi paksa.
"Ayah saya tidak pernah (mengatakan) sepatah kata pun tentang memisahkan negara. Dia tidak pernah menyebutkan atau melakukan tindakan kekerasan sebelumnya. Jadi saya sangat percaya diri untuk mengatakan tuduhan dari pemerintah Cina benar-benar konyol. Ayah saya selalu percaya bahwa jika ada masalah yang harus kita perbaiki dan dia ingin memperbaiki masalahnya," kata Jewher Ilham sebagaimana dilansir DW Indonesia sebelum upacara penghargaan.
Baca Juga: Heboh Muslim Uighur, MUI Minta Masyarakat Tidak Boikot Produk China
Xinjiang 'bernilai politik tinggi'
Tidak diketahui ada berapa banyak orang Uighur di kamp-kamp konsentrasi di provinsi Xinjiang, tempat sebagian besar dari mereka tinggal. Menurut laporan, siapa pun yang berbicara menentang pemerintah Cina dikirim ke "program pendidikan ulang" dan tidak diizinkan pergi sampai pihak berwenang yakin mereka tidak akan mengkritik Beijing lagi di depan umum. Para korban takut untuk berbicara karena kemungkinan pembalasan akan berdampak kepada keluarga mereka.
Anak perempuan Tohti menyarankan bahwa jika komunitas internasional ingin membantu, mereka harus: "mendidik generasi muda tentang apa yang sedang terjadi. (Mereka dapat) membantu siswa internasional China mendapatkan kesadaran tentang apa yang terjadi di dalam negara mereka sendiri karena banyak siswa China tidak memiliki pengetahuan tentang komunitas Uighur. Juga (mereka dapat menjatuhkan) sanksi pada perusahaan yang mengimpor dan mengekspor barang dari kamp-kamp konsentrasi itu. (Mereka dapat menempatkan) pembatasan visa pada pejabat pemerintah China. "
Hannah Neumann, politisi Partai Hijau Jerman dan anggota parlemen Uni Eropa, mengatakan kepada DW bahwaperusahaan Jerman harus menarik diri dari Xinjiang jika situasinya terus berlanjut seperti semula.
"Mereka harus membuatnya sangat, sangat, sangat jelas bahwa tidak ada bagian dari (produk) yang disentuh oleh seseorang yang berada di salah satu kamp ini," kata Neumann. "Saya berharap apa yang selama ini kami tuntut dari perusahaan Jerman, bahwa mereka selalu membela hak asasi manusia."
Baca Juga: MUI Desak KL Summit 2019 Kecam Penindasan Muslim Uighur di China