243 Tahun Berdiri, Belum Ada Presiden AS Dicopot karena Pemakzulan

Bangun Santoso Suara.Com
Kamis, 19 Desember 2019 | 11:11 WIB
243 Tahun Berdiri, Belum Ada Presiden AS Dicopot karena Pemakzulan
Ketua DPR Amerika Serikat Nancy Pelosi (tengah) dan Ketua Dewan Peradilan Jerry Nadler (kiri) mengadakan konferensi pers setelah DPR meloloskan Resolusi 755, Artikel tentang pemakzulan terhadap Presiden Donald Trump, di US Capitol di Washington, DC, pada 18 Desember 2019. (Foto: Olivier Douliery / AFP)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tinta bersejarah perpolitikan Amerika Serikat tengah dicatat oleh kalangan DPR setempat. Pada Rabu (18/12/2019), para wakil rakyat AS sepakat untuk memakzulkan Presiden Donald Trump atas tuduhan telah menyalahgunakan kekuasannya.

Menilik sejarah panjang Negeri Paman Sam itu, sebagaimana dikutip dari VOA Indonesia, Presiden Trump adalah presiden ketiga yang dimakzulkan dalam sejarah 243 tahun Amerika, setelah Andrew Johnson tahun 1868 dan Bill Clinton tahun 1998.

Namun, dalam 243 tahun sejarah AS, belum ada satupun presiden yang dicopot dari jabatannya lewat pemakzulan.

Dikutip dari Reuters, pemakzulan presiden di AS membutuhkan dua pertiga suara mayoritas dari 100 anggota Senat. Artinya, pendukung pemakzulan Trump harus mengumpulkan 20 suara dari Partai Republik untuk bergabung dengan Partai Demokrat melawan Trump. Sampai saat ini, belum ada tanda-tanda Partai Republik akan berbuat demikian.

Baca Juga: Reaksi Gedung Putih Usai DPR AS Sepakat Makzulkan Donald Trump

Trump, yang mengincar untuk kembali terpilih dalam pemilihan presiden pada November 2020, menyebut proses sidang pemakzulan sebagai "upaya kudeta" Partai Demokrat yang ingin menggagalkan kemenangannya pada pemilu 2016.

Sementara, anggota Senat senior Partai Republik, Mitch McConnell, memprediksi "tidak ada peluang" bahwa Senat akan memakzulkan Trump saat mereka menguasai sidang.

Dalam sesi pemungutan suara pertama pada Rabu malam waktu AS, Presiden berumur 73 tahun itu diduga telah menyalahgunakan kekuasaannya menekan Pemerintah Ukraina untuk menyelidiki Joe Biden, calon presiden dari Partai Demokrat yang akan menjadi pesaing utama sang petahana.

Donald Trump
Donald Trump

Tidak hanya itu, Trump diduga terlibat menyebarkan kabar bahwa Demokrat bersekongkol dengan Ukraina untuk ikut campur pada pemilihan umum 2016.

Partai Demokrat mengatakan Trump menahan dana bantuan keamanan senilai 391 juta US dolar bagi Pemerintah Ukraina untuk memerangi kelompok separatis yang didukung Rusia.

Baca Juga: Dijerat Dua Dakwaan, Donald Trump Dimakzulkan DPR Amerika Serikat

Trump juga diduga memaksa Kiev untuk ikut campur dalam pemilu 2020 dengan menyelidiki Biden.

Sementara itu, sesi pemungutan suara kedua menduga Trump telah menghalangi upaya penyelidikan Kongres dengan mengarahkan pejabat dan lembaga di bawah kekuasaannya agar tidak mematuhi panggilan DPR untuk memberikan kesaksian serta menyerahkan dokumen terkait dugaan pemakzulan.

Walaupun demikian, Trump menyangkal telah melakukan pelanggaran itu dan menyebut upaya pemakzulan terhadapnya sebagai tindakan yang dibuat-buat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI