Suara.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amerika Serikat pada hari Rabu (18/12/2019) malam waktu setempat sepakat memakzulkan Presiden Donald Trump setelah dua pemungutan suara yang dilangsungkan terhadap dua pasal yang dinilai telah dilanggar oleh Presiden Trump, memperoleh dukungan dari mayoritas anggota DPR.
Baik pasal pertama “menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan politik/pribadi,” maupun pasal kedua “menghalang-halangi upaya Kongres mencari keadilan” sama-sama didukung oleh 229 suara.
Tidak ada satu anggota faksi Republik pun yang memberikan dukungan.
Senat diperkirakan akan melangsungkan sidang peradilan atas hasil keputusan DPR ini pada awal Januari mendatang.
Baca Juga: Kebijakan Donald Trump terhadap Imigran Mexico
Presiden Trump adalah presiden ketiga yang dimakzulkan dalam sejarah 243 tahun Amerika, setelah Andrew Johnson tahun 1868 dan Bill Clinton tahun 1998.
Saat DPR melangsungkan pemungutan suara pemazulan, Presiden Trump justru menyampaikan pidato dalam pawai politik di kota Battle Creek, Michigan, demikian dilansir dari VOA Indonesia, Kamis (19/12/2019).
Sementara mengutip laman CNBC, menanggapi keputusan DPR itu, Sekretaris Gedung Putih Stephanie Grisham menyebut pemakzulan itu sebagai "parodi tidak konstitusional".
Trump, kata dia, dalam sebuah pernyataan, "yakin Senat akan memulihkan ketertiban, keadilan, dan proses yang teratur," dan dia siap "untuk langkah-langkah selanjutnya dan yakin bahwa dia akan sepenuhnya dibebaskan."
Baca Juga: Trump dan Putra Mahkota Saudi Selidiki Penembakan di Pangkalan Laut AS