Suara.com - Mimpi Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini untuk memasukkan Kota Surabaya ke dalam “peta dunia” nampaknya sudah menjadi kenyataan. Buktinya, Risma -sapaan Tri Rismaharini- sering diundang menjadi pembicara di berbagai negara di belahan dunia ini.
Terakhir, dia diundang menjadi pembicara di Turki, hingga mendapat pujian dari Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sebagai perempuan inspiratif.
Keberhasilannya dalam memimpin dan membangun Kota Surabaya memang menginspirasi dunia. Banyak negara-negara yang ingin belajar kepada Risma tentang cara membangun dan mengelola sebuah kota dari berbagai aspek.
Dia pun sering menjadi pembicara di luar negeri, membagikan berbagai cara atau strategi yang telah dilakukannya dalam membangun Surabaya.
Baca Juga: Reino Barack Senang Berat Badan Syahrini Naik Hingga 6 Kilogram
Setiap kunjungan ke luar negeri, dia tak pernah lupa mempromosikan Kota Surabaya. Berbagai hasil produksi UMKM Kota Pahlawan, selalu memenuhi kopernya. “Makanya kadang koper saya banyak. Kalau ada pertemuan (forum), langsung saya buka, saya bagi-bagikan. Jadi selanjutnya mereka pesan sendiri, karena di sini (di kemasan produk) sudah ada alamat dan kontaknya,” kata Risma yang juga mengemban amanah sebagai Presiden United Cities for Local Government (UCLG) Asia-Pasifik ini.
Promosi itulah yang juga dilakukannya saat menjadi pembicara dalam forum yang bertajuk ‘International Forum of Women in Local Governments’ atau Forum Internasional Perempuan dalam Pemerintah Daerah, di Ankara, Turki, pada 11-12 Desember 2019. Acara ini diikuti sekitar tiga ribu peserta yang terdiri dari kurang lebih 27 pemimpin perempuan di dunia, politisi, akademisi serta masyarakat dari berbagai kota di Turki.
Dalam forum yang juga dihadiri Presiden Erdogan itu, Risma memaparkan keberhasilannya di bidang pemberdayaan perempuan, terutama saat penutupan eks Lokalisasi Dolly dan Pahlawan Ekonomi (PE). “Pada tahun pertama saya menjabat Wali Kota Surabaya 2010 lalu, itu adalah saat yang sulit karena harus menghadapi tantangan besar. Mulai dari banjir, perbaikan lingkungan, infrastruktur, kemiskinan, sampai trafficking,” ujarnya.
Menurutnya, untuk memecahkan masalah trafficking, harus dicari akar persoalan. Ternyata, diketahui bahwa solusinya adalah harus menutup semua tempat prostitusi di enam lokasi Surabaya. Sebab, hampir tiap bulan, dia harus bekerja dengan pihak kepolisian untuk menangani kasus perdagangan manusia yang melibatkan perempuan dan anak-anak. “Di situ saya mengambil keputusan serius dan berisiko menutup semua prostitusi satu per satu. Saya menyadari betapa besarnya dampak buruk terhadap kehidupan orang di sekitarnya, terutama pada anak-anak,” ujarnya.
Alhasil, penutupan eks lokalisasi mulai dilakukan sejak tahun 2012 secara bertahap. Selain memikirkan proses penutupan, wali kota perempuan pertama di Surabaya ini juga harus memberikan solusi bagi warga terdampak penutupan tersebut. Mulai dari pekerja seks, mucikari, penyanyi karaoke hingga tukang parkir. “Saya terus berjalan dengan menyiapkan mereka semua untuk dibekali pelatihan keterampilan dan memulai bisnis baru. Mengalihkan pekerjaan mereka dengan usaha yang baru,” ungkapnya.
Baca Juga: Kangen Hidangan Khas Surabaya, Ayo Merapat ke "Mlaku-Mlaku Nang Tunjungan"
Sekarang enam wilayah eks lokalisasi itu telah berubah. Area yang dahulunya ladang prostitusi, kini disulap menjadi tempat kreatif. Usahanya macam-macam, mulai batik, sepatu, aksesoris, makanan, dan sebagainya.