Suara.com - Jutaan butir pil koplo atau pil LL dan Dextromethorphan disita Polrestabes Surabaya dari komplotan bandar dan pengedar di Jawa Timur. Tangkapan ini merupakan perkembangan dari pengungkapan jaringan narkoba jenis sabu seberat 7 kilogram, beberapa waktu lalu.
Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Sandi Nugroho mengatakan, dari pengungkapan kasus narkoba tersebut, polisi menangkap seorang bandar pil koplo dan dextro berinisial ER (42).
"Setelah menangkap ER, kami menelusuri komplotan lainnya dalam penyebaran pil ini. Di hari yang sama kami menggerebek RB dan SY yang merupakan pegawai ekspedisi yang memudahkan peredaran pil koplo dari Semarang dan dextro dari Jakarta," jelas Sandi saat rilis kasus di Mapolrestabes Surabaya, Jumat (13/12/2019).
Dari hasil penggerebekan itu, polisi menyita barang bukti 19 karung berisi 1,9 juta butir pil koplo dan 15 karung berisi 1,5 juta pil dextro.
Baca Juga: Melawan Saat Ditangkap, Seorang Bandar Sabu Tewas Didor Polisi
Tak berhenti di situ, polisi ternyata kembali menangkap tiga pengedar lainnya di Mojokerto, yakni AG. Saat menangkap AG, ia ternyata bersama SC dan CH.
"Saat kami melakukan penangkapan terhadap tiga tersangka itu, kami juga menemukan satu paket sabu. Setelah kami cek, hasilnya positif. Jadi memang mereka tengah menggunakan sabu secara bersama-sama," ujarnya.
Sandi lalu memaparkan, ketika barang haram tersebut sampai di tangan pengedar, mereka akan memasarkannya ke sekolah-sekolah dan kampus. Harga pil dibanderol Rp1.000 hingga Rp2.000 per butir.
"Kemasannya ini cukup rapi. Barang-barang ini bukan hanya diedarkan di Jatim tapi juga ke Indonesia timur. Harga yang murah tersebut menjadi pilihan masyarakat kalangan bawah dan pelajar yang ingin merasakan sensasi halusinasi seperti mengonsumsi narkoba," bebernya.
Sandi menyebut jika pil koplo ini sebenarnya merupakan obat untuk anjing, sementara pil dextro adalah obat batuk keras. Obat-obatan ini biasa dijual di apotek tapi harus dibeli dengan izin dokter.
Baca Juga: Polisi di Surabaya Gagalkan Pengiriman 2 Juta Pil Koplo di Kantor Ekspedisi
"Dextro ini seharusnya didapatkan dengan resep dokter. Sementara ini tidak, dia bisa menjual dengan bebas," terangnya.
Atas pengedaran pil LL dan dextro, komplotan ini dijerat dengan Pasal 196 jo Pasal 98 (2) subsider Pasal 197 jo Pasal 106 (1) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan jo Pasal 55 (1) KUHP dan Pasal 56 (1) KUHP.
"Kita kenakan pasal, karena mereka tidak memiliki izin edar. Obat ini kan sebenarnya kalau beli di apotek bisa, tapi harus dengan resep dokter. Sedangkan mereka dijual bebas sehingga disalahgunakan," tandas Sandi.
Kontributor : Arry Saputra