Menurutnya, pemerintah perlu melakukan evaluasi penggunaan pendanaan negara, salah satunya dengan menggunakan persyaratan melalui SIPP.
Selain itu, untuk mendorong akuntabilitas pelaporan keuangan parpol, pendanaan negara kepada partai politik harus diaudit oleh BPK dan hasil auditnya diumumkan kepada publik secara berkala.
"Sebab, membangun organisasi parpol yang bersih dan berintegritras ditentukan oleh salah satunya pengelolaan keuangan parpol secara baik," ujar Pahala
Dalam kajian tersebut, kata dia, KPK melakukan studi terkait praktik yang sama di 20 negara. Hampir semua negara yang dijadikan pembelajaran menunjukkan peran negara yang memberikan dana bantuan kepada parpol. Di mana, kata Pahala yang membedakan adalah besaran dan peruntukannya. Besaran bantuan negara untuk parpol beragam mulai dari 23 persen hingga 90 persen.
Baca Juga: Eks Koruptor Diberi Jeda 5 Tahun Ikut Pilkada, KPK Sambut Baik Putusan MK
Seperti di Jepang dan Belanda, kata dia, bantuan parpol yang diberikan negara termasuk yang paling kecil sebesar masing-masing 23 persen dan 35 persen.
Sedangkan, pendanaan parpol terbesar yang dikucurkan pemerintahnya terjadi di Turki. Sementara di Malaysia, negara tidak memberikan bantuan dana untuk parpol, tetapi mengizinkan parpol untuk berbisnis.
Dalam kajian KPK sebelumnya merekomendasikan penambahan dana negara untuk parpol sebesar Rp 1.000 dari sebelumnya Rp 108 per suara. Dalam skema pendanaan tersebut, KPK merekomendasikan kenaikan pendanaan secara bertahap hingga Rp 10.706 dalam 10 tahun.
"Kajian ini memperbaiki perhitungan dengan data yang lebih lengkap berdasarkan kondisi riil kebutuhan anggaran parpol dari laporan keuangan lima parpol tersebut," katanya.
Baca Juga: Jokowi Belum Mau Terbitkan Perppu, Ini yang Dikhawatirkan Pimpinan KPK