FACE OF JAKARTA: Jalan Sunyi Gloria Elsa, Sang Perias Jenazah Kaum Miskin

Rabu, 11 Desember 2019 | 15:59 WIB
FACE OF JAKARTA: Jalan Sunyi Gloria Elsa, Sang Perias Jenazah Kaum Miskin
Gloria Elsa tengah merias jenazah. (Suara.com/Fransiska Ditha)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Gloria Elsa Hutasoit puas melihat manusia tak bernyawa alias jenazah tampil cantik. Perempuan 36 tahun ini merias jenazah orang tak mampu yang tak punya uang untuk melakukan upacara kematian. Elsa, bukan satu-satunya perias jenazah di Jakarta. Namun Elsa, satu dari sedikit perias jenazah yang manfaatkan makeup kedaluarsa untuk merias. Elsa pun ikut menyelamatkan bumi. Suara.com menemui Elsa, mengobrol, sampai ikut merias jenazah hingga cantik dan siap ke 'rumah' Tuhan.

"Perkenalkan, saya Gloria Elsa," kata Elsa dalam hati memulai ritual sebelum merias jenazah.

Elsa mengenalkan diri di depan jenazah seorang anak perempuan, Angela. Angela dipercaya, meninggal karena disantet.

Angela meninggal dengan mengenaskan, perutnya membesar dan terlihat pucat. Di dalam perutnya itu, Elsa duga terdapat benda-benda aneh. Namun Elsa tak sebutkan jenis bendanya.

Baca Juga: FACE OF JAKARTA: Peramal Masa Depan, Nasib di Atas Garis Tangan

Gloria Elsa tengah merias jenazah. (Dok Gloria)
Gloria Elsa tengah merias jenazah. (Dok Gloria)

Ritual pengenalan diri itu bukan karena Angela tewas disantet, tapi begitulah ritual Elsa. Elsa percaya, jenazah itu masih punya jiwa.

"Saya perkenalkan diri agar jenazah ini tidak merasa asing dengan saya. Saya pun memperkenalkan diri dalam hati. Tapi tiba-tiba begitu saya kenalkan diri, semua benda itu jatuh. Foto dia pun bergerak, agak menakutkan sih," cerita Elsa.

Namun Elsa tetap merias jenazah anak itu.

Elsa membuka perkakasnya tepat di sisi jenazah. Elsa dengan kuasnya mewarnai kelopak mata yang tak lagi kencang. Rambut rapuh anak itu pun disisir. Tak jauh beda cara merias orang hidup dan yang sudah meninggal. Elsa hanya merias bagian wajah dan kepala. Sementara badan, dibalut gaun indah.

Elsa akrab dengan Jenazah sejak kecil. Sejak Sekolah Dasar atua SD, Elsa selalu ikut ibunya berkerja sebagai perawat di Rumah Sakit Carolus, Jakarta.

Baca Juga: FACE of JAKARTA: Kisah Samin, Pengrajin Rotan di Gereja Katedral

Menginjak masa remaja, penyandang marga Hutasoit ini kerap membantu ibunya di RS mulai dari membukakan kateter pasien. Bahkan Elsa remaja sering membantu memandikan jenazah, hingga mendandani jenazah.

Bermodalkan ilmu merias dari hasil belajar di salon, Elsa membantu merias sanak saudaranya yang meninggal. Keluarga mereka tidak mampu untuk bayar make up jenazah karena mahal.

"Orang meninggal itu tidak persiapan. Kita nggak tahu yang meninggal punya tabungan atau tidak," kata Elsa.

Elsa pun melayani merias jenazah di Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) Effatha, hingga panggilan merias jenazah. Elsa makin tenar sebagai perias jenzah, promosinya dari mulut ke mulut.

Paling tidak mulai 2017, Elsa serius melakoni profesi sebagai perias jenazah. Di 2018, dia mulai kebanjiran order merias jenazah.

Perjalanan karier perias jenazah Elsa tidak mulus. Di tahun yang sama, tetiba ekonomi keluarganya goyang saat suaminya divonis gagal ginjal dan diabetes yang mengakibatkan kebutaan dan berujung kematian.

Namun keahlian merias jenazah, membuatnya bertahan hidup.

“Tuhan sudah luar biasa baik. Pada saat suami saya sakit dan dalam keadaan ekonomi kita sedang carut-marut, tapi disaat itu juga, ketika saya melayani orang yang berduka itu, Tuhan justru malah memeberikan berkat dari tempat-tempat lain, buat saya dan keluarga. Dan saat itu memutuskan untuk, ya sudah, kalau memang Tuhan memilih saya menjadi alatnya, untuk melayani orang-orang berduka, yasudah (saya lakukan),” ujar Elsa.

Tuhan sudah baik, begitu Elsa berpikir. Sehingga dia ingin membalasnya dengan berbuat kebaikan untuk merias jenazah keluarga miskin.

"Tuhan tidak membiarkan saya dan keluarga kelaparan," lanjut dia.

3 Januari 2018, nama Elsa viral di media sosial. Dia mengumumkan ke pengikutnya di Facebook untuk mengirimkan maka up kedaluarsa.

"Buat teman-teman yang memiliki makeup kedaluarsa. Jangan dibuang yah. Bisa dierikan kepada saya, buat makeup jenazah secara gratis. Dan buat teman-teman yang memiliki kerabat atau daudara atau tetangga yang meninggal dan mungkin dalam keadaan susah, membutuhkan makeup jenazah, dan masih seputaran Jakarta bisa menghubungi saya. WA: 081298876465 (Gloria Elsa Hutasoit). Dan yang mau mendonasikan makeup yang kedaluarsa bisa WA saya agar saya berikan alamat rumah saya. Terimakasih. Mohon dishare," tulis Elsa kala itu.

Nama Elsa jadi buah bibir, kiriman make up bekas pun berdatangan.

Kosmetik disumbangkan untuk Gloria Elsa merias jenazah. (Suara.com/Fransiska Ditha)
Kosmetik disumbangkan untuk Gloria Elsa merias jenazah. (Suara.com/Fransiska Ditha)

“Banyak teman-teman saya yang beli makeup mahal, begitu kadaluarsa, dibuang. Karena sebagai orang yang peduli dengan lingkungan juga, daripada itu dibuang, mending buat saya makeup jenazah,” kata dia.

Salah satu yang mengirimkan makeup kedaluarsa itu adalah Veronica Kintan Pravasthi. Dia mengatahui aksi Elsa di Instagram @gloriaelsa_hutasoit. Perempuan 22 tahun punya beberapa makeup yang hampir kedaluarsa dan beberapa yang sudah kadaluarsa. Kemudian Veronica kumpulkan.

“Aku nyumbang karena pertama aku memang punya makeup yang sudah expired, tidak terpakai, dan hampir expired. Sebenarnya karena bingung mau buang ke mana, karena kan ada beberapa yang memang tidak boleh dibuang sembarangan juga kan. Aku juga ada banyak barang yang masih banyak belum perpakai. Aku semakin berniat kasih dan biar banyak orang yang tergerak hatinya buat memberi juga,” kata Veronica.

Penyumbang kosmetik untuk Gloria Elsa merias jenazah. (Suara.com/Fransiska Ditha)
Penyumbang kosmetik untuk Gloria Elsa merias jenazah. (Suara.com/Fransiska Ditha)

Veronica sudah 2 kali mengirimkan makeup kedaluarsanya ke Elsa. Dia pun meminta makeup kedauarsa dari teman-temannya untuk dikirimkan kediaman Elsa, Petogogan, Jakarta Selatan.

Nissi Taruli Felicia Naibaho juga begitu. Nissi berusia 22 tahun.

“Makeup-makeupnya tidak terpakai, tapi sayang kalau dibuang, jadi saya sumbangkan,” katanya.

Pemanfaatan makeup bekas untuk rias jenazah secara langsung mengurangi limbah kimia kosmetik bekas. Seorang aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Sawung Eknas menjelaskan hal tersebut. Limbah kosmetik itu mengandung mercury, exfoliants dan bahan kimia lain yang tak terurai. Dampak langsungnya, berbahaya untuk pencemaran air.

“Jelas bahaya. Zat-zat seperti merkuri, exfoliants, zat yang terkandung dalam bedak misalnya, beberapa ada yang tidak dapat terurai. Akibatnya, mencemari air dan tanah,” kata Sawung.

Ilustrasi kosmetik bekas. (Pexels/Free Creative Stuff)
Ilustrasi kosmetik bekas. (Pexels/Free Creative Stuff)

Sawung Eknas mengapresiasi dengan Elsa yang memanfaatkan limbah kosmetik untuk rias jenazah.

“Bagus. Dari pada (limbah kosmetik) dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir),” ucapnya.

Sampai akhir 2019, Elsa mentaksir sudah sampai 40 jenazah yang dirias sejak 2017.

Kini Elsa pun mulai kuwalahan menerima panggilan rias jenazah gratis ke orang tak mampu. Tak hanya dari Jakarta, dia pernah mendapatkan panggilan ke Surabaya sampai Medan. Persoalan jarak dan waktu jadi persoalan.

"Kematian tidak diprediksi, saya pun tak mungkin terbang dalam sekejap," kata Elsa.

Elsa pun membentuk komunitas Maraton Kebaikan. Mulanya, Maraton Kebaikan hanya saluran donasi makeup untuk merias jenazah dengan kampanye “Don’t throw your makeup”.

Kekinian Maraton Kebaikan membukan kursus rias jenazah untuk sosial. Elsa ingin 'menduplikatkan' dirinya.

Khusus rias jenazah ini, Elsa berlakukan berbayar, tapi seiklasnya. Uang itu, dipakai untuk keperluas rias jenazah.

Salah satu murid rias jenazah Elsa, Lelaki. Dia Alief Rendi, warga Bogor. Alief datang bersama dengan sang istri untuk belajar merias jenazah hingga siap tutup peti. Alief ingin seperti Elsa, tapi membantu keluarga tak mampu di Bogor.

“Umur saya sudah 33 atau 34, saya benar-benar ingin dikenal sebagai orang apa ya? Saya inginnya unik, tidak mau sama dengan orang. Saya ingin jadikan ini sebagai profesi sampai tua, saya ingin dikenal sebagai perias jenazah,” kata Alief.

Maraton Kebaikan menjadi pintu Elsa untuk mengajak orang lain untuk bergabung dengannya. Ke depan dia ingin mengumpulkan donasi untuk membuat rumah duka sampai mobil jenazah. Semua itu untuk orang-orang yang tidak mampu di akhir hayatnya.

"Mungkin kalau ada orang mampu yang bingung punya banyak uang, tapi mau dikemanakan, bisa disalurkan ke tempat itu (rumah duka Maraton Kebaikan)," kata Elsa.

(Fransiska Ditha)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI