“Jelas bahaya. Zat-zat seperti merkuri, exfoliants, zat yang terkandung dalam bedak misalnya, beberapa ada yang tidak dapat terurai. Akibatnya, mencemari air dan tanah,” kata Sawung.
Sawung Eknas mengapresiasi dengan Elsa yang memanfaatkan limbah kosmetik untuk rias jenazah.
“Bagus. Dari pada (limbah kosmetik) dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir),” ucapnya.
Sampai akhir 2019, Elsa mentaksir sudah sampai 40 jenazah yang dirias sejak 2017.
Baca Juga: FACE OF JAKARTA: Peramal Masa Depan, Nasib di Atas Garis Tangan
Kini Elsa pun mulai kuwalahan menerima panggilan rias jenazah gratis ke orang tak mampu. Tak hanya dari Jakarta, dia pernah mendapatkan panggilan ke Surabaya sampai Medan. Persoalan jarak dan waktu jadi persoalan.
"Kematian tidak diprediksi, saya pun tak mungkin terbang dalam sekejap," kata Elsa.
Elsa pun membentuk komunitas Maraton Kebaikan. Mulanya, Maraton Kebaikan hanya saluran donasi makeup untuk merias jenazah dengan kampanye “Don’t throw your makeup”.
Kekinian Maraton Kebaikan membukan kursus rias jenazah untuk sosial. Elsa ingin 'menduplikatkan' dirinya.
Khusus rias jenazah ini, Elsa berlakukan berbayar, tapi seiklasnya. Uang itu, dipakai untuk keperluas rias jenazah.
Baca Juga: FACE of JAKARTA: Kisah Samin, Pengrajin Rotan di Gereja Katedral
Salah satu murid rias jenazah Elsa, Lelaki. Dia Alief Rendi, warga Bogor. Alief datang bersama dengan sang istri untuk belajar merias jenazah hingga siap tutup peti. Alief ingin seperti Elsa, tapi membantu keluarga tak mampu di Bogor.