Bermodalkan ilmu merias dari hasil belajar di salon, Elsa membantu merias sanak saudaranya yang meninggal. Keluarga mereka tidak mampu untuk bayar make up jenazah karena mahal.
"Orang meninggal itu tidak persiapan. Kita nggak tahu yang meninggal punya tabungan atau tidak," kata Elsa.
Elsa pun melayani merias jenazah di Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) Effatha, hingga panggilan merias jenazah. Elsa makin tenar sebagai perias jenzah, promosinya dari mulut ke mulut.
Baca Juga: FACE OF JAKARTA: Peramal Masa Depan, Nasib di Atas Garis Tangan
Paling tidak mulai 2017, Elsa serius melakoni profesi sebagai perias jenazah. Di 2018, dia mulai kebanjiran order merias jenazah.
Perjalanan karier perias jenazah Elsa tidak mulus. Di tahun yang sama, tetiba ekonomi keluarganya goyang saat suaminya divonis gagal ginjal dan diabetes yang mengakibatkan kebutaan dan berujung kematian.
Namun keahlian merias jenazah, membuatnya bertahan hidup.
“Tuhan sudah luar biasa baik. Pada saat suami saya sakit dan dalam keadaan ekonomi kita sedang carut-marut, tapi disaat itu juga, ketika saya melayani orang yang berduka itu, Tuhan justru malah memeberikan berkat dari tempat-tempat lain, buat saya dan keluarga. Dan saat itu memutuskan untuk, ya sudah, kalau memang Tuhan memilih saya menjadi alatnya, untuk melayani orang-orang berduka, yasudah (saya lakukan),” ujar Elsa.
Tuhan sudah baik, begitu Elsa berpikir. Sehingga dia ingin membalasnya dengan berbuat kebaikan untuk merias jenazah keluarga miskin.
Baca Juga: FACE of JAKARTA: Kisah Samin, Pengrajin Rotan di Gereja Katedral
"Tuhan tidak membiarkan saya dan keluarga kelaparan," lanjut dia.