Wakil Ketua KPK: Hukuman Mati untuk Koruptor itu Cerita Lama

Selasa, 10 Desember 2019 | 21:39 WIB
Wakil Ketua KPK: Hukuman Mati untuk Koruptor itu Cerita Lama
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. (Suara.com/Muhammad Yasir)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Saut Situmorang menegaskan, rencana penerapan hukuman mati bagi koruptor merupakan cerita lama.

"Ya sebenarnya itu cerita lama ya, yang selalu ada di Pasal 2. Tetapi di Pasal 2 itu kan dengan keadaan tertentu, yaitu kerugian negara, perekonomian negara yang sedang chaos dan kemudian pengulangan gitu," kata Saut di gedung Pusat Edukasi Anti Korupsi KPK, Jakarta, Selasa (10/12/2019).

Adapun Pasal 2 yang dimaksud tersebut adalah Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.

Pada Pasal 2 ayat 1 itu tertulis, "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonornian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar."

Baca Juga: PKS Minta Jokowi Tak Hanya Beretorika Soal Hukuman Mati Bagi Koruptor

Sementara Pasal 2 ayat 2 tertulis, "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan".

Dalam penjelasannya tertera yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi koruptor, apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai UU yang berlaku.

Misalnya pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.

"Jadi, kalau mau sebenarnya saya tidak terlalu tertarik bahas itu. Saya malah lebih tertarik bagaimana caranya kalau ada supir truk menyogok supir forklift di pelabuhan juga 'diambil'. Itu kan bukan kewenangan KPK? Iya, makanya undang-undang KPK-nya diganti dengan yang lebih baik, kemudian undang-undang tipikor-nya diganti," ujar Saut.

Menurut dia, bukan soal besar kecilnya uang yang dikorupsi maupun penerapan hukuman mati, namun bagaimana penegak hukum itu bisa membawa koruptor ke pengadilan dan mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Baca Juga: Sidang Kasus Mutilasi PNS Kemenag, Terdakwa Lemas Dituntut Hukuman Mati

"Korupsi tidak besar kecil, tidak soal bunuh membunuh atau hukuman mati tetapi bagaimana kita bisa membawa setiap orang yang bertanggungjawab besar atau kecil ke depan pengadilan. Makanya saya bilang, jangan terlalu main di retorika-retorika, main lah yang membuat Indonesia lebih sustain berubah secara substantif," tuturnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI