Suara.com - Jejen Musfah, pengamat pendidikan Islam dari UIN Syarif Hidayatullah, menilai ada hal lain yang lebih penting dari sekadar memindahkan materi khilafah dan jihad dari mata pelajaran fikih ke sejarah dalam kurikulum pendidikan nasional.
Jejen mengatakan, hal yang juga penting untuk dilakukan Kementerian Agama RI yakni standarisasi dan pemahaman tenaga pelajar atau guru sejarah tersebut.
Menurutnya, perlu ada standarisasi bagi guru pendidikan agama Islam sehingga para pengajar memunyai pemahaman utuh tentang khilafah.
"Lebih penting lagi pemahaman guru sejarahnya, jangan mereka yang pro-khilafah atau negara Islam Indonesia," kata Jejen saat dihubungi Suara.com, Selasa (10/12/2019).
Baca Juga: Masukan Soal Khilafah di Pelajaran Fikih, Menag Fachrul: Level Tertentu Aja
Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah itu menilai, selain memindahkan materi khilafah dan jihad ke mata pelajaran sejarah, para guru juga penting memaknai materi yang diajarkan dalam konteks ke-Indonesiaan.
"Yakni khilafah tidak cocok dengan Indonesia. Guru pendidikan agama Islam penting meyakini hal tersebut. Bukan malah menyuarakan pendirian negara Islam, termasuk memaknai jihad dengan perang fisik.”
Untuk diketahui, Kementerian Agama melakukan revisi materi ajaran khususnya soal khilafah dalam mata pelajaran agama Islam di madrasah. Hal tersebut tercantum dalam Surat Edaran B-4339.4/DJ.I/Dt.I.I/PP.00/12/2019.
Surat itu ditandatangani Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Kemenag Ahmad Umar.
Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama, Kamaruddin Amin telah menjelaskan pemindahan materi tentang khilafah dan jihad dari mata pelajaran fikih ke sejarah karena alasan kontekstual. Kamarudin mengatakan, kekinian khilafah tidak lagi cocok di Indonesia.
Baca Juga: Khilafah di Pelajaran Sekolah Dipindah, Kemenag: Tidak Lagi Kontekstual
Kamarudin juga memastikan materi tentang khilafah dan jihad tidak akan dihapus lantaran merupakan fakta dari sejarah peradaban Islam.