Suara.com - Meluasnya perkebunan kelapa sawit di daerah berawa gambut di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, serta bencana kebakaran hutan dan lahan di musim kering, tidak saja menimbulkan kerusakan lingkungan tetapi juga mengancam kelangsungan tradisi dan mata pencaharian tambahan yang telah lama menunjang perekonomian masyarakat setempat.
Masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ilir, khususnya kaum perempuan di Kecamatan Pedamarandan Pampangan, sangat bergantung pada keberadaan kawasan rawa gambut. Warga dari suku Pandesak, misalnya, memiliki kerajinan warisan nenek moyang mereka yaitu menganyam tikar (berembak) berbahan baku purun (Eleocharis dulcis), tanaman yang tumbuh subur di kawasan rawa gambut.
“Perempuan Pedamaran, dipastikan bisa memurun. Jika tidak bisa memurun, dia biasanya orang luar atau besar di luar Pedamaran. Karena berembak merupakan tradisi yang sudah turun temurun,” kata Rusmi (50) yang ditemui saat menyelesaikan anyaman tikar di teras rumahnya yang berada di Desa Menang Raya pada Kamis (09/05/2019).
Kepala Desa Menang Raya Suparedi mengatakan menganyam tikar purun merupakan tradisi yang masih kuat di kalangan perempuan daerah tersebut. Bahkan, kerajinan tikar purun menjadi penunjang ekonomi setempat yang penting. Namun menurutnya, pemerintah nampaknya belum serius melestarikan pasokan bahan bakunya.
Baca Juga: Orangutan Terkapar di Kebun Sawit, 24 Peluru di Badannya hingga Mata Buta
“Purun ini menjadi salah satu penunjang ekonomi masyarakat Menang Raya, yang digeluti oleh ibu-ibu. Kerajinan ini sudah ada sejak lama yang terus turun temurun hingga sekarang,” katanya.
Namun saat ini, dengan masuknya perkebunan kelapa sawit sangat memengaruhi pertumbuhan purun. Kondisi rawa sekarang sudah berubah dan memburuk, karena kerap kekurangan air karena adanya kanalisasi yang dilakukan pihak perusahaan. Dari perkiraan luas lahan yang ada di kawasan Lebak Purun (Arang Tetambun) yang sekitar 1.000 hektare, saat ini hanya kurang lebih 200 hektare saja yang masih bisa diakses warga.
“Sejak masuknya perkebunan kelapa sawit, warga tidak bisa mengambil purun yang berlokasi di dekat perkebunan karena mendapat pelarangan dari pihak perusahaan,” ujarnya.
Menurut data Jaringan Masyarakat Gambut (JMG) Sumsel, Kecamatan Pedamaran saat ini mulai dikelilingi perkebunan kelapa sawit. Di antaranya milik PT Rambang Agro Jaya, PT Gading Cempaka, dan PT Sampoerna Agro. Derasnya keran investasi yang dibuka pemerintah daerah ternyata berdampak pada luasan kawasan gambut yang menjadi habitat purun. Jika sebelumnya kawasan gambut yang menjadi habitat purun seluas kurang lebih 3.000 hektare, kini tersisa 1.200 hektare.
“Namun, 1.000 hektare sebagian besar sudah masuk ke konsesi perusahaan dan yang tersisa bisa dimanfaatkan oleh masyarakat hanya 200 hektare,” kata Ketua Jaringan Masyarakat Gambut Sumatra Selatan (JMGS) Sudarto Marelo, beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Terima Pebisnis Eropa, Jokowi: RI Tak Akan Diam Terhadap Diskriminasi Sawit
Bergantung pada Rawa Gambut