Tidak berhenti di sini, Pemkot Bekasi bahkan menambah anggaran Kartu Sehat di APBD Perubahan 2018 sebesar Rp 189 miliar, dengan rincian Rp 124 miliar untuk pos Dinas Kesehatan dan Rp 65 milar untuk RSUD Kota Bekasi.
Artinya, total uang yang digelontorkan untuk pembiayaan program tadi menembus angka Rp 414 miliar pada 2018, Rp 225 miliar pada APBD 2018 murni, dan Rp 188 miliar pada APBD 2018 perubahan.
Jelas, nominal sejumlah Rp 414 miliar untuk membiayai satu program sebuah daerah, bukanlah angka yang main-main mengingat kemampuan anggaran belanja langsung urusan pada APBD 2018 hanya sekitar Rp 3,3 triliun dari total APBD sebesar Rp 5,8 triliun. Angka itu pun harus dibagi dengan ribuan program lain yang digawangi oleh 46 Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Pemkot Bekasi bisa saja mengelak bahwa anggaran fantastis ini belum tentu habis terserap. Namun fakta menunjukkan pada 2017 bahwa anggaran sebesar Rp 75 miliar untuk Kartu Sehat yang disiapkan dalam APBD 2017 murni habis di tengah jalan.
Baca Juga: Berjaya, Helm Cerdas Karya Mahasiswa UMM Raih Medali di Korea Selatan
Sejumlah pejabat pengambil kebijakan di Kota Bekasi bahkan tak segan menyebut bahwa Kartu Sehat memang menjadi penyumbang besar terjadinya defisit anggaran.
Anggota DPRD Kota Bekasi, Nicodemus Godjang telah mendesak agar program Kartu Sehat dilakukan audit. Menurut politisi PDI Perjuangan ini, audit perlu dilakukan tidak hanya untuk transparansi namun juga sebagai penunjang kinerja eksekutif.
"Tidak ada alasan untuk tidak dilakukan audit, karena itu 'kan anggaran rakyat, agar ada transparansi dan kita tidak suuzon maka baik rumah sakit maupun pelaksana atau RSUD harus di audit," ujarnya.
Menurut Nicodemus Godjang, Dinkes dan RSUD Kota Bekasi sebagai pelaksana kebijakan program Kartu Sehat harus diaudit, apalagi berdasarkan aduan masyarakat yang berobat dengan menggunakan KS tidak diberikan nota kuitansi.
Nicodemus Godjang sendiri tidak melihat ini sebuah kejanggalan, namun hal itu akan bisa dibuktikan dengan melakukan audit Kartu Sehat. Ia juga berharap agar masyarakat tidak berasumsi negatif. Untuk itu audit bisa menjawab persoalan ini.
Baca Juga: Hampir Rp 2 Miliar, Mobil Bupati Karanganyar Mantul di Trek Off-Road
"Juklak dan juknisnya harus jelas, siapa yang bertanggung jawab, bagaimana sistem pendistribusiannya, bagaimana mereka pasien harus menerima kuitansi sama halnya dengan BPJS kalau kita berobat 'kan ada rinciannya, obatnya, ruang rawat inapnya, sekian anggarannya. Nah kalo KS tidak ada, jadi jangan sampai masyarakat berasumsi negatif bahwa ada persoalan dengan KS," paparnya.