Suara.com - Survei Komnas HAM: 70,9 persen Publik Ingin Jokowi Tegas Tuntaskan Kasus HAM Berat Masa Lalu
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengatakan, mayoritas publik berharap Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Maruf Amin dapat menyelesaikan kasus pelangggaran HAM berat masa lalu.
Bahkan, mereka menginginkan agar Jokowi - Maruf Amin menyelesaikan kasus pelangggaran HAM berat masa lalu secara cepat dan tegas.
Hal itu disampaikan anggota Bidang Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam. Anam mengemukakan, berdasar hasil survei yang dilakukan lembaganya dan Litbang Kompas diketahui, 82,2 responden menginginkan Jokowi – Maruf Amin segera menuntaskan kasus HAM berat masa lalu.
Baca Juga: Komnas HAM: Publik Ingin Penyelesaian HAM Berat Lewat Pengadilan, Bukan KKR
"Jadi kalau mengatakan ayo kita kubur masa lalu, kita songsong masa depan, itu tidak sesuai dengan potret survei masyarakat. Ini sikap yang penting bagi Komnas HAM, penting bagi presiden, juga penting bagi Menkopolhukam. Masyarakat masih mengatakan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu harus diselesaikan," kata Anam.
Selain itu, Anam juga mengungkapkan publik tidak hanya berharap Jokowi - Maruf Amin dapat menuntaskan kasus pelangggaran HAM berat masa lalu.
Ia menuturkan, berdasar hasil survei juga diketahui sebanyak 70,9 persen responden memiliki harapan besar agar Jokowi - Maruf Amin dapat menyesuaikannya secara cepat dan tegas.
"Publik berharap pemerintah sesegera mungkin menyelesaikan kasus-kasus HAM masa lalu dan bersikap tegas," ungkapnya.
Untuk diketahui, survei terkait harapan publik terhadap penyelesaian pelangggaran HAM masa lalu di era Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Maruf Amin selesai dirampungkan Komnas HAM dan Litbang sejak 15 November 2019. Metodologi penelitian yang digunakan yakni kualitatif survei dan wawancara tatap muka.
Baca Juga: Survei Komnas HAM: Publik Sangsi Jokowi-Ma'ruf Tuntaskan Kasus HAM Berat
Dalam rilis survei tersebut Komnas HAM bersama Litbang Kompas mengangkat 5 kasus HAM berat masa lalu; yakni Peristiwa 1965, Penembakan Misterius (Petrus) 1982-1985, Penculikan Aktivis 1997-1998, Penembakan Trisakti-Semanggi 1998, dan Kerusuhan 1998.
Adapun responden yang dilibatkan dalam penelitian tersebut yakni sebanyak 1.200 orang yang tersebar di 34 provinsi dengan tipngkat kesalahan kurang lebih 2,8 persen.
Responden tersebut merupakan laki-laki dan perempuan dengan proporsi 50:50 dan usia 17 sampai 65 tahun.