Suara.com - Aktivis dan Pengacara Hak Asasi Manusia Veronica Koman membagikan video orasi mahasiswa Papua yang menyentuh hati lewat Twitter, Rabu (4/12/2019).
Orasi tersebut bergema dalam peringatan kemerdekaan Papua Barat 1 Desember yang digelar oleh Aliansi Mahasiswa Papua di sekitar Bundaran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Dalam video berdurasi dua menit tujuh detik itu, tampak seorang mahasiswi Papua yang memakai setelah hitam putih berbicara lewat pelantang suara.
Sembari memegang secarik kertas, ia berapi-api membacakan puisi tentang tuntutan referendum Papua.
Baca Juga: Spanduk Dukungan untuk Gibran Mulai Bertebaran di Kota Solo
Dalam narasi unggahan, Veronica Koman menerangkan mahasiswi itu bernama GG asal Tambrauw, sebuah kabupaten di Papua Barat.
Tanpa diketahui pembuka puisi yang dibawakan, mahasiswi Papua itu terdengar menyuarakan protes kepada pemerintah.
"Kenapa munafik dan harus dukung Palestina merdeka, sedangkan kami Papua tidak pernah didengar? Kenapa harus sibuk selesaikan Rohingnya, sedangkan luka besar pelanggaran HAM di Papua kau cuma tutup dengan otsus," teriak GG yang disambut tepuk tangan oleh massa lainnya.
Ia kemudian melanjutkan puisinya yang menggambarkan perasaan warga Papua. Di mana mereka hanya bisa menyembunyikan penderitaan.
"Kami tak pernah marah, tak pernah usir, tak pernah tolak satu orang pun. Biar timah panas kenai jantung, biar dada kami sampai memar. Kami hanya bisa menangis, menangis tak bersuara, memang harus begitu. Karena kalau bersuara, bukan hanya bapak saja yang mati, bukan hanya mama saja yang diperkosa, tapi saya juga, saya juga mati dan diperkosa," imbuh GG sembari menahan tangis.
Baca Juga: Tuduh Jokowi Tak Paham Pancasila, Istana: Kacamata Rocky Gerung Buram
GG menutup puisinya dengan menyuarakan kemerdekaan Papua.
"Kita bilang Papua akan bangkit dan menjadi tuan atas tanahnya sendiri. Itu membuat bukan janji... Papua Merdeka," teriak GG.
Diketahui, selain menyuarakan referendum, massa pun menuntut pembebasan sejumlah tahanan politik yang memperjuangkan pembebesan Papua. Mereka juga meminta pemerintah bertidak tegas mengadili pelaku diskriminasi rasial.