Suara.com - Perkumpulan Homeschooler Indonesia (PHI) mengkritik hasil riset yang dilakukan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (PPIM UIN) soal indikasi pemaparan radikalisme melalui praktek homeschooling. Menurut PHI hasil penelitian tersebut terlalu menggeneralisasi pandangan.
Koordinator Nasional PHI Ellen Nugroho mengatakan, mereka tidak sepakat jika homeschooling (HS) secara umum disebut sebagai celah untuk menyebarkan paham radikalisme dan intoleransi kepada anak-anak.
“Kami, terutama yang tergabung dalam PHI, setia kepada Pancasila. Pasalnya, penelitian terhadap segelintir orang tersebut justru menyebabkan generalisasi terhadap seluruh homeschooling, “ kata Ellen dalam jumpa pers di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat pada Selasa (3/12/2019).
"PHI menolak klaim Project Manager PPIM UIN, dalam berita, bahwa anak yang tidak sekolah formal lebih besar potensinya untuk terkena paham radikalisme," katanya.
Baca Juga: Alumni 212: Tak Adil Muslim Dituduh Radikal dan Lakukan Kekerasan
Menurutnya, pemaparan radikalisme juga kerap terjadi di sekolah-sekolah formal.
“Riset-riset terdahulu menunjukkan bahwa anak yang belajar di sekolah formal atau lembaga pendidikan nonformal pun rentan terpapar sikap intoleran dan radikalisme dengan persentase yang juga signifikan,” lanjutnya.
Meski begitu, Ellen tetap mengapresiasi penelitian PPIM UIN yang melihat HS lebih dalam untuk memperkaya riset akademis mengenai homeschooling.
“Catatannya, para peneliti perlu sangat cermat melakukan riset literatur tentang isu HS ini, khususnya aspek sejarah, filosofi, dan metode HS, karena saat ini banyak salah kaprah pemahaman yang beredar tentang HS, baik di antara pejabat pemerintah maupun masyarakat,” jelas Ellen.
Ellen juga berharap pemerintah benar-benar memerhatikan dan menyelesaikan radikalisme ke akar-akarnya.
Baca Juga: Dosen UIN Jogja Usul Tinjau Ulang Buku Agama: Revisi yang Mengarah Radikal