Suara.com - Polda Metro Jaya membongkar kasus penipuan jual beli rumah dengan modus penawaran perumahan syariah. Dari pengungkapan kasus ini, polisi meringkus empat tersangka yang masing-masing berinisial AD, MAA, MMD, dan SM.
Kapolda Metro Jaya, Irjen Gatot Eddy Pramono menyebut, modus penipuan tersebut telah berjalan sejak tahun 2015 sampai 2019. Tercatat ada 270 orang yang menjadi korban dari sindikat ini.
Selama menjalankan aksinya, AD berperan sebagai diirektur di sebuah perusahaan bernama PT ARM Cipta Mulia. Sedangkan, tiga tersangka lainnya adalah karyawan yang memasarkan perumahan syariah.
Dalam melancarkan aksinya, para tersangka kerap menawarkan rumah syariah tanpa sistem riba. Tak hanya itu, mereka juga menawarkan rumah tanpa pengecekan Bank Indonesia (BI checking), dan tanpa bunga kredit.
Baca Juga: Nyamar jadi Polisi Incar Pengemplang Pajak, Sindikat China Raup Rp 36 M
"Membuat rumah-rumah contoh untuk meyakinkan dari pada korbannya, korbannya ini berjumlah lebih kurang 270 orang," kata Gatot di Polda Metro Jaya, Kamis (28/11/2019).
Dari total 270 korban, hanya 41 orang yang membuat laporan ke polisi. Dari kejahatan tersebut, para tersangka berhasil meraup untung senilai Rp 23 miliar.
"Bayangkan tidak ada riba, kamu tidak checking bank, tidak ada bunga kredit, pasti akan sangat menarik. Tapi sampai sekarang pembangunan (perumahan syariah) belum ada, sehingga masyarakat ini menjadi korban," sambungnya.
Gatot menyebut, perumahan syariah itu akan dibangun di lima lokasi. Diantaranya, dua di Bogor, dua di Bekasi, dan satu di Lampung.
Dalam hal ini, para korban sudah mentransfer uang melalui bank syariah. Setelah para korban menyetor uang, rumah yang dijanjikan tak kunjung diberikan.
Baca Juga: Polisi Gerebek 6 WNA Tiongkok di Malang Terkait Sindikat Penipuan Online
"Jadi, uang aliran dananya itu (uang dari korban) digunakan untuk kelima perumahan. Kami sedang melakukan penyidikan," kata Gatot.
Yudha Permana, salah satu korban mengaku membeli rumah syariah yang berada di kawasan Bojong Gede. Bermula dari tawaran iklan di website dan media sosial, Yudha dan korban lainnya akhirnya tertarik untuk membeli rumah tersebut.
"Rata-rata sama modusnya, yaitu ada iklan di medsos baik itu berupa website, IG, Facebook, Twitter atau yang lainnya karena memang yang disewa juga ada tim marketing juga jadi masif seperti itu," ujar Yudha.
"Setelah masif kemudian kami tertarik dan menuju kantor pemasaran setelah itu dijelaskan dan dibawa ke side ke lokasi perumahan tersebut," tambahnya.
Setelah menyetor uang, Yudha tak kunjung mendapat rumah yang dijanjikan. Setelah ditelisik, para tersangka malah mengilang entah ke mana.
"Setelah beberapa lama pembangunan berhenti setelah di-kroscek tidak ada kelanjutannya, yang bersangkutan juga menghilang dan di situlah kita membuat konsensus atau kesepakatan di sesama korban untuk menempuh jalur hukum," kata Yudha.
Dalam kasus ini, para tersangka dijerat pasal berlapis dan terancam hukuman di atas dua puluh tahun penjara.
Adapun ancaman pidana itu sesuai Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 137 Jo Pasal 154, Pasal 138 Jo pasal 45 Jo Pasal 55, Pasal 139 Jo pasal 156, pasal 145 Jo pasal 162 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan atau Pasal 3,4 dan 5 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.