Beri 10 Masukan ke Maruf Amin, MRP: Aparat Tidak Cocok di Papua

Kamis, 28 November 2019 | 15:04 WIB
Beri 10 Masukan ke Maruf Amin, MRP: Aparat Tidak Cocok di Papua
Ketua Majelis Rakyat Papua Timotius Murib di Kantor Wapres Maruf Amin, Jakarta. (Suara.com/Ria Rizki).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Majelis Rakyat Papua (MRP) menyampaikan 10 poin masukan agar bisa menjadi bahan pertimbangan pemerintah. Salah satunya ialah soal pendekatan keamanan di Papua.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua MRP Timotius Murib ketika menemui Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Kantor Wakil Presiden, Kamis (28/10/2019).

Dari 10 poin yang diberikan, ada dua poin yang intinya yakni memberikan masukan soal pentingnya pendekatan keamanan yang lebih persuasif. Timotius mengatakan bahwa aparat TNI/Polri dirasa tidak cocok ditempatkan di Papua karena berbedanya pendekatan.

Menurutnya,  yang lebih layak ialah tokoh-tokoh Papua.

Baca Juga: Sidang Perdana Kerusuhan Asrama Mahasiswa Papua, Mak Susi Teriak 'Merdeka!'

"Pada prinsipnya ketika ada persoalan di sana (Papua), aparat tidak cocok pada kita," kata Timotius.

Pendekatan sosiologis dikatakannya justru lebih cocok dilakukan kepada masyarakat Papua karena memupuk nilai-nilai kemanusiaan, dan mental spiritual. Karena itu menurut Timotius justru tokoh-tokoh Papua lah yang dinilai cocok untuk melakukan pendekatan dengan masyarakatnya.

"Jadi di Papua, kita duduk sama-sama pemerintah pusat kepala daerah bagaimana caranya mengatasi persoalan, ketegangan-ketegangan, atau gesekan-gesekan sosial yang terjadi selama ini," tandasnya.

Berikut 10 poin yang disampaikan MRP kepada Maruf Amin:

  1. Pentingnya penerapan kebijakan pembangunan dengan pendekatan budaya dan kemanusiaan di Tanah Papua secara taat - asas.
  2. Pentingnya penghapusan tindakan kekerasan di Tanah Papua. Dalam konteks ini, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh mengenai pendekatan keamanan di Tanah Papua. Hendaknya pendekatan persuasif lebih diutamakan.
  3. Mengenai kewenangan khusus dalam rangka Otonomi Khusus: Perlu kebijakan yang memperluas dan mempertegas secara pasti kewenangan khusus dalam rangka pelaksanaan khusus di Tanah Papua, termasuk kewenangan khusus dalam rangka perlindungan dan pemberdayaan orang asli Papua.
  4. Pembangunan sektor ekonomi, dan sosial budaya dengan fokus utama terhadap peningkatan derakat dan kualitas hidup Orang Asli Papua.
  5. Pembentukan Dewan Otonom Baru (Pemekaran Provinsi harus konsisten dengan UU Otsus, dengan persetujuan MRP dan DPRP, /MRPB dan DPRPB.
  6. Mengenai Ketenagakerjaan: Perlu kebijakan afirmasi yang memberikan ruang yang memadai bagi orang asli Papua untuk memperoleh pekerjaan dalam seluruh lapangan pekerjaan, baik dalam sektor publik maupun sektor swasta, termasuk rekruitmen untuk menjadi anggota TNI dan anggota Polri.
  7. Mengenai Sektor-Sektor Strategis: Perlu kebijakan afirmasi yang konsisten bagi orang asli Papua dalam sektor pendidikan, kesehatan dan gizi, ekonomi serta infrastruktur dasar.
  8. Mengenai HAM: Perlu kebijakan yang konsisten dalam hal penegakkan HAM di Tanah Papua. Untuk itu, beberapa lembaga HAM yang telah diamanatkan oleh Otonomi Khusus, agar diupayakan pembentukannya di Tanah Papua. Lembaga-lembaga yang dimaksud:, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, Pengadilan HAM, dan Perwakilan Komisi HAM di Papua.
  9. Mengenai Sumber Daya Alam: Perlu kebijakan yang konsisten dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus terkait dengan pengelolaan Sumber Daya Alam di Tanah Papua. Dalam hal ini, sesuai Asas Afirmasi, maka orang asli Papua dan Masyarakat Adat sebagai pemangku hak, agar benar-benar diperhatikan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya atas kekayaan Sumber Daya Alam di Tanah Papua.
  10. Mengenai Kependudukan: Khusus mengenai kependudukan, perlu kami sampaikan bahwa menurut data terakhir asli Papua semakin minoritas, tidak mengalami pertambahan, sebaliknya migrasi ke Papua sangat tinggi. Oleh karena itu, perlu kebijakan yang melindungi orang Papua, pada satu sisi, dan pada sisi yang lain, perlu pula dilakukan, peninjauan kembali pelaksanaan program keluarga berencana di Tanah Papua. Dan perlu ada kebijakan sesuai dengan amanat Otonomi Khusus Papua, program Transmigrasi Nasional di Tanah Papua ditinjau kembali dan untik sementara ditangguhkan keberlanjutannya.

Baca Juga: Mangkir Sidang Gugatan Tapol Papua, Polda Salahkan Surat dari PN Jaksel

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI