Suara.com - Direktur Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengungkap ada lima hal yang membuat Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok tidak layak menjadi Komisaris Utama PT Pertamina.
Hal itu disampaikan Marwan ketika hadir menjadi panelis di acara ILC TV One bertema "Bisakah Ahok Membasmi Mafia Migas?" yang tayang Selasa (26/11/2019) malam.
Marwan menjelaskan bahwa orang yang menjadi direktur atau komisaris di perusahaan BUMN harus taat pada Undang-undang No 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan Peraturan Menteri BUMN PER-01/MBU/2011 tentang good governance.
Menurutnya, Ahok tidak memenuhi syarat jika mengacu pada undang-undang tersebut.
Baca Juga: Terobos Lampu Merah, TransJakarta Tabrak Pemotor sampai Tewas
"Kalau kita membandingkan syarat-syarat yang ada dalam aturan ini dengan profil dan sepak terjang Ahok selama ini terutama waktu menjadi Bupati Belitung Timur kemudian menjadi Gubernur DKI maka banyak sekali hal-hal yang tidak terpenuhi. Sebetulnya kalau bicara aturan Pak Ahok ini tidak qualified," ujar Marwan.
Hal kedua, menurut Marwan, sosok Ahok juga tidak bersih dari kasus dugaan korupsi.
Anggota DPD periode 2004-2009 ini menyebut, "Ahok menyandang, saya kira hampir 11 atau 12 kasus dugaan korupsi. Ini pernah kami laporkan dengan teman-teman LSM ke KPK kira-kira bulan Juli 2017. Salah satunya kasus Rumah Sakit Sumber Waras".
Marwan berkeyakinan kasus-kasus itu sudah cukup bukti yang layak agar diproses di pengadilan. Namun ternyata tidak ada kelanjutannya.
"Yang ketiga, Ahok melanggar prinsip-prinsip tata kelola keuangan, terutama bicara tentang anggaran yang off budget. Ini saya kira melanggar Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara kemudian Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara," kata Marwan melanjutkan argumennya.
Baca Juga: Bantah Hina Putri Nikita Mirzani, Indra Tarigan Ngaku Instagramnya Dibajak
Ia juga merasa KPK seakan melindungi Ahok atas kasus dugaan korupsi. Marwan merujuk pada kasus Rumah Sakit Sumber Waras yang belum tuntas.
"Keempat, terkait sikap KPK terhadap Ahok misalnya dalam kasus Rumah Sakit Sumber Waras. Dikatakan meskipun sudah tersedia alat bukti yang minimal itu dua, ternyata itu ada empat atau lima alat bukti, untuk Ahok ini diproses lebih lanjut, oleh KPK dikatakan bahwa Ahok tidak punya niat jahat. Bagaimana mengukur niat jahat?" tutur Marwan.
Alasan kelima adalah persoalan mafia migas. Menurut Marwan, Presiden Jokowi terkesan tidak antusias untuk menyelesaikan masalah mafia migas.
"Pak Jokowi sudah pernah menyetujui pembentukan tim reformasi tata kelola migas, ketuanya Pak Faisal Basri di tahun 2015. Dalam waktu beberapa bulan sudah merekomendasikan beberapa hasil yang sudah dilaporkan ke KPK dan Jokowi. Tetapi Pak Jokowi kelihatannya tidak terlalu antusias untuk menyelesaikan masalah mafia ini," ucap Marwan.
Ia pun menghimbau agar isu mafia migas tidak dipakai untuk menjustifikasi Ahok menjadi petinggi di perusahaan BUMN.
"Padahal orang yang pangkatnya lebih tinggi dari sekadar komisaris, Presiden saja tidak melakukan apa-apa. Jangan sampai kita ini nanti disuguhi retorika," ujarnya.