Suara.com - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun mengatakan wacana penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode tidak berlaku terhadap jabatan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Sebab, perubahan konstitusi hanya berlaku untuk masa yang akan datang.
Hal itu disampaikan Refly dalam diskusi bertajuk 'Menyoal Periode Ideal Jabatan Presiden' di kawasan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (24/11/2019). Refly mengatakan adanya penambahan atau pengurangan masa jabatan presiden nantinya tidak akan berlaku bagi Presiden Jokowi.
"Apapun yang berubah untuk konstitusi ke depan itu tidak akan berpengaruh pada masa jabatan Presiden Jokowi. Baik itu masa jabatan yang diperpanjang atau masa jabatan yang dikurangi," kata Refly.
Refly mengungkapkan, setidaknya ada dua usulan terkait penambah masa jabatan presiden. Pertama masa jabatan presiden ditambah menjadi enam hingga tujuh tahun hanya satu periode atau lima tahun jabatan, namun tidak boleh memimpin dua periode selama berturut-turut.
Baca Juga: Peneliti LIPI: Jabatan Presiden 3 Periode Tak Relevan
"Saya kira harus sungguh-sungguh memikirkan tentang dua usulan ini, yaitu masa jabatan satu periode saja, tapi dengan durasi 6-7 tahun, atau boleh lebih dari satu periode tetapi tidak berturut-turut," ujarnya.
Ia menjelaskan, keuntungan dengan ditambahnya masa jabatan presiden menjadi enam hingga tujuh tahun dengan hanya satu periode yakni presiden terpilih nantinya tidak terbebani atau terganggu dengan keinginan untuk dipilih kembali pada periode selanjutnya.
Di sisi lain, Refly menilai tidak adanya calon presiden inkumben dapat meminimalisir terjadinya abuse of power. Di mana, hal itu kerap terjadi pada calon inkumben.
"Kita tidak akan memiliki inkumben di dalam pemilihan presiden yang sebenarnya dalam governance pemilu kita yang masih banyak masalah ini, potensial terjadi abuse of power menggunakan set aparatur dan sebagainya, resource negara, dan lain sebagainya," tandasnya.
Baca Juga: Soal Wacana Masa Jabatan Presiden 3 Periode, MPR: Itu Usulan dari Luar