Suara.com - Komisi III DPR RI memprotes kebijakan Kejaksaan Agung yang mensyaratkan calon pegawai negeri sipil di lingkungannya tidak boleh berorientasi homoseksual maupun transpuan.
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menilai, syarat Kejagung untuk CPNS 2019 tersebut masuk dalam kategori diskriminasi.
Arsul menganggap, Kejagung seharusnya fokus untuk mencegah orang yang melanggar hukum masuk sebagai CPNS.
"Kalau seseorang dengan statusnya LGBT itu kan sesuatu yang 'given' ya," kata Arsul di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jumat (22/11/2019).
Baca Juga: Ini 5 Jabatan Terfavorit Pemkot Jogja yang Dipilih Pelamar CPNS 2019
"Hanya karena statusnya itu, menurut saya enggak boleh didiskriminasi, apalagi itu jabatan di Kejaksaan Agung," sambungnya.
Arsul mengungkap, syarat semacam itu juga diterapkan di kalangan militer di Amerika Serikat. Akan tetapi, menurut ia, syarat semacam itu tidak perlu diadopsi oleh Kejagung.
Dia berjanji bakal mengonfirmasi serta mempersoalkan syarat CPNS yang diskriminatif tersebut saat rapat dengan Kejagung.
"Ya nanti ditanyakan dulu, apakah ini benar. Kadang-kadang klaim yang muncul ke ruang publik bukan seperti yang dimaksud,” kata dia.
Untuk diketahui, Kejaksaan Agung turut serta membuka lowongan bagi calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2019. Namun Kejaksaan Agung menarik perhatian publik karena syarat-syaratnya yang tidak biasa.
Baca Juga: Tak Harus RS Pemerintah, Keterangan Sehat CPNS Jogja Bisa dari Puskesmas
Dilihat dari pengumuman resminya, syarat yang ditetapkan Kejaksaan Agung bagi CPNS yang ingin melamar ialah bukan dari kalangan transgender, kemudian tidak bertato dan bertindik.