Suara.com - Program Kartu Prakerja yang dicetuskan Presiden Jokowi dalam waktu dekat bakal diluncurkan, dengan dana anggaran Rp 10 triliun.
Nantinya kebijakan ini diharapkan dapat mempermudah angkatan kerja mendapatkan pekerjaan melalui pelatihan-pelatihan yang diberikan pemerintah, sehingga dapat mengurangi angka pengangguran setelah lulus dari bangku pendidikan.
Namun, Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai kartu sakti Jokowi ini dinilai tak akan efektif untuk mengurangi angka pengangguran.
"Karena kesiapan dunia usaha menampung lulusan Kartu Prakerja masih dipertanyakan," kata Bhima saat dihubungi oleh Suara.com, Jumat (22/11/2019).
Baca Juga: Pemerintah Masih Menggodok Aturan Kartu Prakerja
Bhima mengusulkan, daripada Jokowi ngotot mengeluarkan Kartu Prakerja, lebih baik membenahi industri dalam negeri.
Caranya, kata dia, memberikan stimulus-stimulus yang dapat menggairahkan dunia usaha. Salah satu sektor industri yang butuh stimulus adalah industri pengolahan.
"Mempertajam stimulus ke industri pengolahan. Ini lebih penting," ucapnya.
Bhima meyakini, kalau pemerintah fokus membenahi industri pengolahan akan terbentuk lapangan kerja yang banyak, sehingga angka pengangguran jauh lebih berkurang.
"Kalau industri pengolahan tumbuh di atas 6 persen sampai 8 persen, maka serapan tenaga kerja total otomatis naik," katanya.
Baca Juga: Soal Kartu Sakti Jokowi, Mardani Ali Sera: Kartu Prakerja Bullshit
Sebelumnya, pemerintah bakal menerbitkan dua juta Kartu Prakerja untuk tahap pertama tahun 2020. Dari jumlah itu, pemerintah menganggarkan Rp 10 triliun dalam APBN.
Kartu Prakerja diberikan kepada pengangguran yang sedang mencari pekerjaan maupun korban PHK.