Presiden Jokowi Digugat ke Pengadilan, Kasus Blokir Internet Papua

Kamis, 21 November 2019 | 19:26 WIB
Presiden Jokowi Digugat ke Pengadilan, Kasus Blokir Internet Papua
Presiden Joko Widodo mengamati bangunan yang terbakar saat kerusuhan lalu di Kantor Bupati Jayawijaya, Wamena, Papua, Senin (28/10). [ANTARA FOTO/Anyong]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Aliansi Jurnalis Independen dan South East Asia Freedom of Expression Network, menggugat Presiden Joko Widodo ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Kamis (21/11/2019).

Gugatan terhadap perintah ini terkait kebijakan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat pada Agustus 2019. Selain Jokowi, AJI dan SAFEnet turut menggugat Kementeri Komunikasi dan Informatika RI.

Laporan gugatan terdaftar dengan nomor 230/6/2019 PTUN-Jakarta. Sementara Pelapor atas nama Sasmito Koordinator Bidang Advokasi AJI dan Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto yang didampingi kuasa hukum dari dari LBH Pers, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), KontraS, Elsam dan ICJR.

Tergugat dalam perkara ini adalah Presiden Jokowi dan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate.

Baca Juga: Menkominfo: Internet Papua Tak Dibatasi saat Peringatan Hari Lahir OPM

"Kami telah mengajukan gugatan kepada Presiden Jokowi dan Menkominfo Johnny G Plate terkait pemblokiran akses internet di Papua berapa waktu lalu," kata Ade Wahyudin selaku kuasa hukum, Kamis siang.

Direktur Eksekutif LBH Pers itu mengatakan, keputusan pemerintah yang memutus akses internet di Papua dan Papua Barat harus diuji di pengadilan. Sebab, tindakan itu bertentangan dengan aturan hukum.

"Yang kami tuntut adalah bahwa tindakan tersebut melanggar hukum," ujar Ade.

Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika mengambil kebijakan internet shutdown di Papua dan Papua Barat selama dua pekan.

Kebebasan berinternet warga dibatasi, terhitung sejak 19 Agustus 2019, atau dua hari setelah peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.

Baca Juga: DPR Protes Blokir Internet Papua, Minta Kemenlu Terdepan di Isu Papua

Awalnya, pemerintah melakukan throttling atau pelambatan akses/bandwidth di beberapa daerah. Tindakan itu dilakukan hanya berdasarkan siaran pers.

Perlambatan akses internet berlanjut hingga pemutusan akses internet secara menyeluruh di Papua dan Papua Barat, pada 21 Agustus 2019. Lagi-lagi tindakan pemerintah itu hanya didasari siaran pers.

Pemerintah berdalih, pembatasan internet untuk mengantisipasi penyebaran hoaks di tengah protes warga yang memanas di Papua dan Papua Barat.

Namun faktanya, dengan pemutusan akses internet, malah menghambat tugas dan kerja jurnalis untuk menyajikan berita yang akurat dan terverifikasi.

Hal itu menyebabkan masyarakat tidak memiliki sumber informasi yang cukup untuk mereduksi hoaks yang telah beredar.

Bahkan, internet shutdown yang dilakukan menyebabkan terhambatnya pelayanan publik seperti pelayanan kesehatan, e-government, e-budgeting, dan lainnya.

Oleh sebab itu, jika pengadilan nanti memutuskam kebijakan pemblokiran internet tersebut melanggar hukum, maka pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi harus permintaan maaf kepada seluruh masyarakat.

"Jika nanti diputus pengadilan melanggar hukum, kami meminta Presiden Jokowi dan Kominfo untuk meminta maaf kepada publik, khususnya masyarakat Papua," kata Ade.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI