Suara.com - Data kependudukan menjadi hal paling fundamental bagi seluruh instansi pemerintahan dalam menentukan arah kebijakan. Jika data kependudukan yang dimiliki akurat, maka pelaksanaan kebijakan pemerintah pun akan optimal.
Oleh karena itu, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat terus mematangkan persiapan dan mendalami skema sensus penduduk 2020, agar data kependudukan terkait jumlah, profil, dan kondisi penduduk di satu wilayah terekam jelas dan tepat.
"Pemerintah hadir untuk melayani dan bertanggungjawab menyejahterakan penduduk. Bagaimana punya program-program kesejahteraan kalau penduduknya tidak kita ketahui. Tentunya, dengan berbagai karakteristik," kata Kepala BPS Jabar, Dody Herlando, Jumat (15/11/2019).
"Kepentingan utama statistik (data kependudukan) adalah untuk perencanaan pembangunan. Karena pembangunan akan dimulai dari informasi-informasi yang berkaitan dengan kualitas SDM (sumber daya manusia), keberadaan SDM, dan tantangannya," imbuhnya.
Baca Juga: Tips Jadi Public Speaker Menurut Atalia Ridwan Kamil
Ada dua urgensi lain dari sensus penduduk, yakni realisasi amanat Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang tertera dalam World Population and Housing Programme, dan mengukur tingkat literasi teknologi masyarakat.
Terkait amanat PBB, kata Dody, setiap negara harus memperbarui data kependudukan secara berkala. Salah satu faktor penyebabnya adalah adanya interaksi penduduk antar negara.
Selain Indonesia, ada 53 negara lain, termasuk China dan Jepang, menggelar sensus penduduk pada 2020.
"Penduduk harus diatur sesuai daripada rekomendasi PBB, dan amanat PBB ini mengayomi seluruh negara. Bahwa interaksi penduduk antar negara ini kan terjadi, entah di sektor perdagangan, investasi dan yang lain," ucapnya.
Dody menegaskan, sensus penduduk 2020 yang dilakukan BPS merupakan pengumpulan data kependudukan secara de facto atau tempat tinggal selama satu tahun.
Baca Juga: Rumah Dinas Ada Kolam Renang, Ridwan Kamil Merasa Tak Boros
Ambil contoh, warga dengan e-KTP Indramayu menetap atau berencana tinggal di Kota Bekasi selama lebih dari satu tahun. Maka secara de facto, warga Indramayu tersebut adalah warga Kota Bekasi karena menggunakan sumber daya di tempat dia tinggal, termasuk Warga Negara Asing (WNA).