Suara.com - Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar menilai serangan aksi teror yang menyasar kepada aparat kepolisian karena ia menduga polisi kerap diskriminatif terhadap teroris saat melakukan penangkapan.
"Polisi memberikan penanganan khusus untuk kasus-kasus teroris, berbeda kalau kasus penipuan, atau kasus yang kaitkan pengusaha, polisi lebih hati-hati. Tapi kalau teroris, maka keras (Penindakannya). Menurut saya. Itu agak wajar, sebab (polisi) diskriminatif dalam penegakan hukum," ujar Haris di Kedai Sirih Merah, Jakarta, Sabtu (16/11/2019).
Pernyataan Haris menyusul ledakan bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan, Rabu (13/11/2019).
Ia pun mencontohkan kasus terduga teroris Siyono yang meninggal pada 2016 lalu.
Baca Juga: Sejak 2010, Doktrin Kelompok Radikalis Kanan Pelaku Teror adalah Polisi
Haris mengatakan dari laporan masyarakat, Siyono meninggal akibat penganiayaan saat ditangkap aparat.
Namun kata Haris dari hasil temuan autopsi tim dokter Muhammadiyah Siyono meninggal karena ada pendarahan.
"Karena ada laporan dari masyarakat bahwa Siyono dibunuh dalam penganiayaan. Dan ternyata setelah jasad Siyono diautopsi oleh tim dokter Muhamadiyah ada pendarahan di kepala. Lalu kemudian keluarga istri Siyono diberikan uang oleh polisi," kata Haris.
Haris menuturkan seharusnya aparat kepolisian bisa profesional dalam melakukan penegakkan hukum. Karena itu ia menilai aksi teror bom yang menyasar kepada kepolisian lantaran ada semacam dendam kepada kepolisian.
"Profesionalisme dalam penegakan hukum, ini kalau dilakukan sebenarnya akan bisa meminimalisasi capaian itu. Itu yang menurut saya hal kecil tapi sebenarnya serius. Itu masalahnya di situ saja sebenernya," ucap Haris.
Baca Juga: Teror Bangkai Babi di Sumut, Pemprov Identifikasi 61 Pemilik Peternakan
"Sebab ada semacam kayak permusuhan. Ada perlakuan khusus. Teroris sasar bom ke polisi itu kan sebenarnya tindakan khusus kepada polisi. Publik suka kesal sama polisi. Tapi kita nggak sukanya kondisional. Tapi kita tetap membutuhkan polisi, bukan benci kepada polisi. Ini beda sama dengan terorisme. Ini beda dengan pemahaman orang awam. Teroris benci kepada institusi. Bukan cuma polisi," sambungnya.
Lebih lanjut, Haris menuturkan jika penanganan terhadap terduga teroris dilakukan dengan benar yakni soft approach, bisa menghindari tensi permusuhan.
"Tapi kalau negara mengadili dengan konsep treatment yang benar saya pikir ini nggak jadi seperti ini (menyasar kepolisian). Jadi ada semacam permusuhan di antara mereka," tandasnya.