Dalam pemilu, Morales yang didukung Partai MAS menang dengan perolehan suara 47,8 persen. Sementara lawannya yang merupakan politikus sayap kanan, Carlos Mesa, kalah dengan 36,5 persen suara pendukung.
Selain itu, kemenangan Morales juga dikukuhkan oleh keberhasilan Partai MAS yang memeroleh suara mayoritas di Kongres maupun Senat Bolivia.
Namun, Organisasi Negara-negara Amerika (OAS) mengklaim pemilu tersebut diwarnai kecurangan pihak petahana.
Padahal, kajian Pusat Penelitian Ekonomi dan Kebijakan (CEPR) yang berbasis di Amerika Serikat menyimpulkan, tidak ada penyimpangan dalam pemilu Bolivia.
Baca Juga: Dihujani Protes, Presiden Bolivia Evo Morales Mengundurkan Diri
Trump dukung sayap kanan
Jacobin juga mengungkapkan, terdapat kelindan antara kudeta Bolivia dengan kepentingan Amerika Serikat.
Sejak lama, Morales dikenal sebagai sosok yang anti-kebijakan Amerika Serikat. Terlebih setelah Donald Trump menjadi Presiden AS.
“Dosa-dosaku adalah menjadi pemimpin serikat, menjadi orang asli, dan berasal dari kelompok kiri yang anti-imperialisme AS,” tegas Evo Morales melalui Twitter seusai dikudeta.
Tanggal 12 April 2019, Senat AS menyetujui resolusi yang menyatakan “keprihatinan” atas dukungan warga terhadap Morales untuk menjadi Presiden Bolivia untuk kali keempat.
Baca Juga: Buntut Pilpres, Wali Kota di Bolivia Dianiaya Demonstran
Senat AS dalam resolusi itu mengutip hasil referendum tahun 2016 tentang perlunya perubahan konstitusi untuk membatasi seseorang untuk mengajukan diri sebagai presiden di Bolivia.