Seusai kudeta terhadap Morales, Bolivia masuk pada fase huru-hara. Militer dan polisi Bolivia—yang didukung paramiliter sayap kanan neo Fasis—melakukan aksi kekerasan terhadap ratusan ribu warga miskin serta asli Bolivia.
Seperti dilaporkan majalah Jacobin, demonstran pro-Morales di El Alto ditembaki. Aktivis Partai Gerakan untuk Sosialisme ditangkap di rumah-rumah mereka.
Rakyat miskin dan kaum asli Bolivia menilai, kudeta terhadap Morales dan aksi kekerasan terhadap mereka di jalanan selama berdemonstrasi dimotori oleh kaum sayap kanan yang rasis.
Anez sendiri sejak lama dikenal sebagai politikus sayap kanan Bolivia. Jauh sebelum huru-hara terjadi, yakni 14 April 2013, Anez sempat mengunggah tulisan rasis pada akun Twitter pribadi.
Baca Juga: Dihujani Protes, Presiden Bolivia Evo Morales Mengundurkan Diri
“Aku memimpikan Bolivia yang bebas dari ritual setan warga asli,” tulis Anez yang dilanjutkan dengan, “ibu kota bukan untuk Indian—mereka lebih baik pergi ke dataran tinggi atau El Chaco.”
Jacobin, majalah ternama yang bertaut dengan kaum kiri di Amerika Serikat, dalam artikelnya menegaskan, “Manuver-manuver ini menunjukkan bahwa, apa pun yang diklaim oleh media ‘liberal’, peristiwa terkini di Bolivia sama dengan kudeta.”
“Itu adalah perebutan kekuasaan terhadap norma-norma demokrasi yang diorganisasikan oleh elite sayap kanan.”
Pemimpin-pemimpin negara di Amerika Latin yang progresif juga menilai peristiwa di Bolivia adalah kudeta.
Hal tersebut seperti yang diungkapkan Menteri Luar Negeri Meksiko Marcelo Ebrard, Presiden terpilih Argentina, Alberto Fernandez, eks Presiden Brasil Lula, maupun politikus AS Ilhan Omar. Mereka menegaskan pernyataan singkat: Morales didorong mundur oleh militer, dan itu adalah kudeta.
Baca Juga: Buntut Pilpres, Wali Kota di Bolivia Dianiaya Demonstran
Pemaksaan militer Bolivia agar Morales mundur dari jabatannya, diikuti oleh gelombang kekerasan dari pihak oposisi terhadap pemeritahan progresif di banyak kota.