"Ini awal yang buruk, yang akan mengonsolidasikan publik untuk semakin tidak percaya dengan komitmen presiden dalam pemberantasan korupsi," ucapnya.
Ia juga setuju terhadap pernyataan bahwa pembebasan Sofyan Basir adalah tanda publik tidak lagi perlu berharap banyak pada pemerintah.
Rocky mengatakan, "Pasti itu, akhirnya publik mengerti melalui contoh konkret hari ini yaitu pembebasan Sofyan Basir bahwa pemerintah memang tidak kompeten, tidak mampu memenuhi nalar keadilan yang dituntut oleh publik".
Tidak hanya menyebut pemerintah tidak kompeten dalam memberantas korupsi. Rocky juga merasa Presiden Jokowi tidak mau memperkuat KPK.
Baca Juga: Ada Koruptor Kembalikan Duit Korupsi Setinggi Menara Eiffel ke Kejagung
"Saya masih agak sopan dengan bilang tidak kompeten," kata Rocky.
"Tapi sebetulnya dari awal saya duga kuat bahwa Presiden Jokowi tidak ingin memperkuat KPK. Dengan kata lain, ada kepentingan politik lain di belakang itu yang terganggu jika KPK diperkuat," tutupnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menyatakan vonis bebas dijatuhkan kepada Sofyan Basir karena tak terbukti secara sah terlibat dalam kasus dugaan suap kesepakatan kontrak kerjasama proyek PLTU Riau-1 sebagaimana dakwaan Jaksa Penutut Umum pada KPK.
"Mengadili menyatakan terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dakwaan pertama dan kedua," kata hakim ketua Hariono di Pengadilan Tipikor.
Dalam perkara ini, jaksa penuntut umum (JPU) KPK meminta Sofyan divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan karena dinilai melakukan pembantuan fasilitasi suap terkait kesepakatan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU MT Riau-1 yaitu memfasilitasi pertemuan antara anggota Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, politikus Partai Golkar Idrus Marham dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo.
Baca Juga: Polisi jadi Korban Tabrak Lari, Tewas Adu Banteng di Jalanan
Sofyan dinilai tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan pertama maupun kedua dari Pasal 12 Huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 56 Ayat (2) KUHP sebagaimana diubah UU No. 20/2001