Suara.com - Tim Kuasa Hukum terdakwa kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Tubagus Chaeri Wardana, merasakan adanya kejanggalan dalam dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, yang dibacakan pada Kamis (31/10/2019).
Salah satu kuasa hukum Wawan, TB Sukatma, menyebut pihaknya akan menyampaikan sejumlah kejanggalan dalam dakwaan KPK, hingga melakukan penyitaan sejumlah aset yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan perkara.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, kubu adik Ratu Atut tersebut mengajukan eksespsi atau nota keberatan dalam perkara korupsi alat kesehatan di dua rumah sakit dan TPPU.
"Ini, yang lebih parah lagi KPK membesar-besarkan bahwa pencucian uang yang dilakukan klien kami mencapai Rp 500 miliar. Faktanya, KPK tidak mempertimbangkan utang-utang klien kami terkait kredit dari aset-aset yang disita," kata TB Sukatma.
Baca Juga: Wawan Cuci Uang untuk Biayai Airin Pilkada dan 4 Berita Populer yang Lain
"Aset-aset yang disita KPK bukan sepenuhnya milik klien kami. Karena ini menyangkut pihak ketiga atau kreditur. Klien kami dibebani dengan cicilan-cicilan yang asetnya disita KPK," Sukatma menambahkan.
Sukatma mencontohkan aset Wawan yang disita KPK adalah mobil Nissan yang dibeli secara kredit. Alhasil, terdakwa Wawan mendapatkan somasi dari pihak bank karena menunggak pembayaran.
"Mobil dibeli dengan cara kredit seharga sekitar Rp 900 juta. Kini beban yang ditanggung klien kami karena mobilnya belum lunas dan disita KPK dengan dendanya menjadi sebesar lebih dari Rp 3,8 miliar. Ini kan yang tidak pernah dipikirkan KPK," ungkap Sukatma.
Sukatma mempertanyakan proses penyidikan KPK terhadap kliennya yang hingga bertahun-tahun tersebut.
"Itu, kami akan jelaskan di hadapan majelis hakim dalam eksepsi kami. Betapa pihal KPK sangat berbuat tidak adil klien kami yang sudah menjalani masa hukuman lebih dari 5 tahun ini," kata di.
Baca Juga: KPK Ungkap 5 Artis Penerima Mobil dari Terdakwa TPPU Wawan, Ini Daftarnya
Untuk diketahui, dalam surat dakwaan jaksa KPK setidaknya Wawan melakukan pencucian uang senilai Rp 578.141.181.968.