Suara.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyambut baik rencana Menkopolhukam Mahfud MD yang mau menghidupkan lagi Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), asalkan sudah tercantum dalam undang-undang.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menjelaskan bahwa pentingnya sebuah undang-undang dibentuk untuk KKR agar ada payung hukum yang jelas.
Dalam Pasal 47 Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dijelaskan bahwa apabila ingin membuat sebuah komisi lewat jalur non yudisial mesti berdasarkan undang-undang.
"Komnas HAM enggak akan menolak itu, silakan saja karena memang di dalam Pasal 47 ada disebut-sebut itu cuma dalam Pasal 47 disebut itu harus berdasarkan UU," kata Taufik saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Kamis (14/11/2019).
Baca Juga: Mahfud MD Sarankan Pembentukan Kembali Komisi Kebenaran Rekonsiliasi
Sebelumnya, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi pernah ada tercantum dalam UU Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Namun, Mahkamah Konstitusi (MK) mencabutnya pada 2006 dengan alasan bertentangan dengan UUD 1945.
Ahmad mengungkapkan bahwa UU Nomor 27 Tahun 2004 itu bisa dihidupkan kembali asalkan ada perbaikan.
"Saya pernah diskusi informal dengan Jimly Asshiddiqie. Pak Jimly sebagai mantan ketua MK yang memutuskan itu bilang bisa dibuat lagi," ujarnya.
"Yang penting apa yang dulu dipersyaratkan oleh MK yang dulu itu dipenuhi, ya bikin lah UU," tandasnya.
Untuk diketahui, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Fadjroel Rachman mengatakan Mahfud MD menyarankan agar dibentuk kembali Komisi Kebenaran Rekonsiliasi (KKR).
Baca Juga: Mahfud soal Tragedi Bom Polrestabes Medan: Jangan Nyinyir ke Pemerintah!
"Dari perbincangan dengan usulan dari Menkopolhukam, Pak Mahfud MD, sebenarnya beliau menyarankan lagi untuk dibentuknya komisi kebenaran dan rekonsiliasi," ujar Fadjroel di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta pada Rabu (13/11/2019).
Pernyataan Fadjroel merespon pertanyaan mengenai peringatan 21 tahun Tragedi Semanggi I. Fadjroel menuturkan KKR sudah ada sebelumnya, namun sempat dibatalkan oleh MK.
"(KKR) Yang pernah dulu (ada) gagal. Karena dulu ada Uu tersebut bersama Uu KPK, tapi kemudian dicabut oleh Mahkamah Konstitusi," katanya.