Suara.com - Kepala Dewan Pengurus Pusat Studi Antar Komunitas (PuSAko) Darto Sudarto menyoroti isu toleransi yang terjadi di Bukittingi.
Persoalan tersebut bermula dari yang dialami Jemaat Gereja Bethel Indonesia di Bukittinggi dan pinggiran Agam, lantaran mendapat penolakan pengelola salah satu hotel untuk menggelar acara perayaan natal pada Desember mendatang.
Dari laporan yang diterima Covesia.com-jaringan Suara.com, pada awalnya pihak hotel menyatakan kesediaan untuk menyewakan tempat di hotel tersebut, namun begitu panitia bersiap pihak hotel membatalkan dan mengembalikan uang panitia.
Merespon persoalan tersebut, Darto menilai permasalahan ini lebih pada persoalan empati antar umat beragama.
Baca Juga: Kebaktian Kristen di Depan Masjid Darussalam, Bukti Toleransi di Jakarta
"Bagaimana masyarakat yang beragam ini berbagi ruang publik dengan orang-orang berbeda agama dan berbeda keyakinan untuk bisa beribadah sesuai agama dan keyakinan masing-masing," paparnya kepada Covesia.com melalui telepon pada Rabu (13/11/2019).
Berdasarkan penelitiannya, Darto mengemukakan selama sembilan bulan belakangan jemaat gereja tersebut sebenarnya tidak berharap mendirikan gereja. Namun mereka hanya berharap dipinjamkan tempat untuk merayakan acara tertentu seperti Natal.
"Kata pihak hotel ini mengacu kepada surat edaran Wali Kota Bukittinggi di era Djufri yang berisikan bahwa hotel-hotel diperuntukan untuk tempat bagi wisatawan bukan tempat ibadah. Sejak itu terjadilah pelarangan," kata Darto.
Lantaran itu, ia berharap kepada Wali Kota Bukittinggi agar bisa membuatkan surat khusus supaya pengelola hotel mengizinkan tempatnya digunakan untuk perayaan seperti Natal.
Darto memaparkan, penganut Kristen di Bukittinggi kekinian hampir mendekati 2.000 jiwa dan Katolik 1.400-an. Sementara itu, di Bukittinggi hanya memiliki dua gereja yakni Gereja Katolik Santo Petrus Claver di Sudirman dan HKBP Bukittinggi untuk pemeluk Protestan.
Baca Juga: Wujud Toleransi, Umat Muslim Salat Idul Adha di Depan Gereja Koinonia
Selain itu, ia juga mengemukakan, di Bukittinggi ada tujuh denominasi Kristen. Sehingga, mereka menuntut untuk mendirikan gereja tentu ada tujuh gereja.