Suara.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkeinginan untuk mengevaluasi dan mengoreksi penyelenggaraan Pemilihan umum (Pemilu) 2019. Jokowi menuturkan, nantinya setelah dievaluasi dan dikaji, tak menutup kemungkinan dilakukan revisi Undang-undang Pemilu.
"Kita ingin bersama-sama mengevaluasi, mengoreksi, dari apa yang sudah terjadi di Pemilu lalu untuk perbaikan Pemilu ke depan. Evaluasi dan dikaji lagi, baru menuju ke kemungkinan revisi," ujar Jokowi di Mall Neo Soho, Central Park, Grogol, Jakarta, Selasa (12/11/2019).
Namun, ia enggan menyebut hal yang harus dievaluasi terkait penyelenggaraan Pemilu 2019.
Sementara itu, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Fadjroel Rahman mengatakan evaluasi penyelenggaran Pemilu yang ditekankan yakni teknis penyelenggaraan.
Baca Juga: Akui Berbiaya Mahal, Ridwan Kamil Tak Setuju Pilkada Langsung Dihapus
Sejumlah masalah yang disampaikan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian saat pertemuan Presiden Jokowi dengan pimpinan KPU kata Fadjroel yakni politik uang hingga soal petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang kelelahan.
"Memang ada sejumlah problem yang disampaikan oleh, baik oleh mendagri atau beberapa pihak yaitu money politics, kemudian terkait dengan kelelahan para petugas KPPS. itu akan dievaluasi secara teknis bagaimana cara mengatasinya," ucap Fadjroel di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (12/11/2019).
Namun kata Fadjroel prinsipnya Jokowi menginginkan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) baik di tingkat kota, kabupaten, provinsi melalui mekanisme pemilihan langsung.
"Prinsipnya tegas, pemilihan langsung," kata dia.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan pengunaan rekapitulasi (penghitungan) suara secara elektronik (e-rekap) pada pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Baca Juga: Pilkada Langsung Mau Dievaluasi, Ridwan Kamil Usul Kampanye di Medsos
Hal ini dikatakan Ketua KPU Arief Budiman usai menemui Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (11/11/2019).
"Kami mengusulkan penggunaan e-rekap. Jadi, ini harus diubah di tingkat UU. Sehingga hasil pemilu secara elektronik bisa langsung ditetapkan," ujar Arief.
Arief mengatakan selama ini KPU menggunakan e-rekap dalam Sistem Perhitungan Suara (Situng). Namun kata dia, situng hanya bagian dari penyediaan informasi dan tidak bisa digunakan sebagai data resmi.
"Kalau selama ini kita menggunakan e-rekap dalam sistem kita di situng hanya sebagai bagian penyediaan informasi, tapi tidak bisa digunakan sebagai data resmi penetapan hasil Pemilu," kata dia.
Tak hanya itu, Arief menuturkan pihaknya juga mengusulkan penyediaan salinan penghitungan suara dalam bentuk digital. Pasalnya kata dia, petugas KPPS harus menulis ratusan lembar agar seluruh peserta pemilu bisa memperoleh salinan hasil penghitungan.
"Kami mengusulkan ini diganti dengan penyediaan salinan dalam bentuk digital. Jadi nanti C1 plano yang sudah diisi KPPS dipotret, atau formulir C1 di-scan, lalu hasil scan atau hasil potret itu didistribusikan melalui jaringan elektronik ke seluruh peserta pemilu. Jadi itu nanti dianggap sebagai data atau salinan resmi," kata Arief.