Suara.com - Aktivis HAM Haris Azhar menyebut kadar radikal seseorang tidak bisa diukur dari cara orang berpakaian. Ia juga heran terhadap penggunakan istilah revolusi oleh pemerintah saat ini.
Pendapat Haris Azhar ini disampaikan dalam video yang diunggah ke kanal YouTube Macan Idealis milik Ketua DPP Partai Berkarya Vasco Ruseimy pada Rabu (6/11/2019).
Awalnya, Vasco Ruseimy menanyakan pendapat Haris tentang isu radikalisme yang sedang berkembang di Indonesia akhir-akhir ini.
Apalagi, setelah Menteri Agama Fachrul Razi mengeluarkan larangan ASN memakai cadar dan celana cingkang.
Baca Juga: Dalam 5 Hari, Nilai Transaksi Indocomtech Capai Rp 700 Miliar
Menurut Haris, radikal itu bukan hal yang buruk. Sebab secara teorinya, radikal merupakan konsep upaya melakukan perubahan untuk segala hal.
"Dia (radikal) itu bersuara sangat keras, mengambil poin yang sangat hard case, dan dia melakukan desakan-desakan," Haris menjelaskan.
Ia juga menambahkan bahwa penggunaan istilah radikal dalam dunia akademik dan institusional adalah hal yang biasa.
Justru Haris merasa aneh terhadap penggunaan istilah radikal dan revolusi yang dipakai oleh negara.
Ia juga menyinggung program Revolusi Mental dari pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Baca Juga: Sempat Akui Unggah Draf KUA-PPAS 2020, Kini Sekda DKI Sebut Belum Waktunya
"Kenapa kita musti alergi? Negara pakai istilah Revolusi Mental. Maksud gua, kok sekarang menggunakan istilah radikal, sementara elu pakai istilah revolusi. Terus bilang radikalnya negatif, revolusinya oke," kata Haris.