Ini 4 Catatan Setara Institute untuk Kapolri Idham Azis Terkait Radikalisme

Kamis, 07 November 2019 | 16:38 WIB
Ini 4 Catatan Setara Institute untuk Kapolri Idham Azis Terkait Radikalisme
Direktur Riset Setara Institute Halili memberikan keterangan. [Suara.com/Stephanus Aranditio]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Setara Institute for Democracy and Peace mencatat ada empat hal yang harus menjadi fokus Kapolri Jendersl Idham Azis, khususnya dalam menjalankan visi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam penanganan ancaman terhadap Pancasila, seperti radikalisme.

Direktur Riset Setara Institute Halili mengatakan hal pertama yang harus menjadi fokus Idham Azis adalah peran aktif Polri melalui kepemimpinan Idham harus optimal dalam memperkuat kebinekaan.

"Kapolri baru hendaknya memimpin kepolisian agar menjadi lembaga yang ramah dan melindungi keragaman identitas dan perlindungan hak-hak mereka sebagai warga negara, terutama kelompok-kelompok minoritas yang selama ini sering menjadi korban," kata Halili dalam konferensi pers di Kawasan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat pada Kamis (7/11/2019).

Kedua, Idham Azis diminta untuk bisa menangani ancaman terhadap ideologi Pancasila secara demokratis, sipilian, non-kekerasan dan menghormati Hak Asasi Manusia (HAM).

Baca Juga: Guntur Romli Sebut KIM Formasi Tepat untuk Perangi Radikalisme Agama

"Pendekatan yang sama juga harus dipilih sebagai prioritas dalam penanganan aksi-aksi damai sebagai saluran ekspresi dan kebebasan mengemukakan pendapat," katanya.

Ketiga, Idham harus aktif melakukan reformasi dan penguatan kapasitas internal kepolisian. Setara mencatat dalam 12 tahun terakhir menunjukkan kepolisian merupakan aktor yang menonjol dalam kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan.

"Tercatat kepolisian yang menjadi pelaku dalam 480 tindakan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan. Di satu sisi, polisi merupakan pemangku kewajiban dan satunya adalah pelindung hak warga negara," lanjut Halili.

Halili memberi contoh, pada kasus Brigadir K di Jambi pada tahun 2018 dan Bripda NOS yang ditangkap pada tahun 2019.

Untuk itu, kata dia, kapolri baru harus bisa melakukan pemantauan dalam jabatan atas petinggi dan anggota dalam rekrutmen di lingkungan internal kepolisian agar hal tersebut tidak terjadi lagi.

Baca Juga: Soal Ide Jokowi Ubah Istilah Radikalisme, Begini Kata Pengamat

Terakhir, Idham Azis diminta bisa menangani politisasi SARA yang menguat dalam dunia politik dari tingkat lokal sampai nasional.

"Politisasi identitas berbasis sara merupakan fenomena yang marak dan nyata merusak harmoni sosial dan integrasi nasional di Indonesia. Politisasi sara ini juga menyerang kelompok minoritas di Indonesia," katanya.

Setara beranggapan, Idham Azis akan mengemban tugas yang sangat berat sebab tahun depan akan ada agenda Pilkada 2020. Gelaran politik tingkat desa tersebut berpotensi muncul ancaman terhadap Pancasila, terutama melalui politisasi agama oleh para politisi serta kelompok-kelompok pendukung dan simpatisan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI