Mendagri Sebut Ada Mudarat Pilkada Langsung, Golkar: Cermin Kemunduran

Kamis, 07 November 2019 | 12:19 WIB
Mendagri Sebut Ada Mudarat Pilkada Langsung, Golkar: Cermin Kemunduran
Anggota DPR RI Fraksi Golkar, TB Ace Hasan Syadzily. (Suara.com/Ria Rizki)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kalangan DPR menanggapi pernyataan Mendagri Tito Karnavian yang menyebut bahwa pelaksanaan pilkada secara langsung lebih banyak mudarat ketimbang manfaat. DPR menyatakan, bahwa pernyataan tersebut harus lebih dulu melalui kajian.

Anggota DPR Fraksi Partai Golkar Ace Hasan menilai sejauh ini pelaksanaan pilkada secara langsung masih lebih baik ketimbang tidak dilakukan secara langsung. Salah satu dampak positif pilkada langsung ialah adanya suara rakyat yang diwakilkan melalui pemilihan langsung kepala daerah.

Ia menyebut jika pilkada tidak lagi dilaksanakan secara langsung, maka hal tersebut mencerminkan adanya kemunduran.

“Ya tentu menurut saya itu sebuah kemunduran. Itu perdebatan lama, Partai Golkar sampai saat ini masih konsisten dengan pilkada secara langsung,” kata Ace di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (7/11/2019).

Baca Juga: Pemerintah Usul Pilkada Langsung Dievaluasi, PPP: Sepenuhnya Sepakat

Kendati begitu, Ace menyarankan agar sistem pelaksanaan pilkada harus kembali dikaji untuk mencari sistem yang benar-benar baik.

“Kita mengkajinya. Kita mencari sistem yang terbaik lah agar pilkada ini betul-betul bisa melahirkan pemimpin yang terbaik di daerah,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menilai pelaksanaan pilkada secara langsung lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya.

Salah satu mudaratnya yakni, biaya politik yang tinggi hingga membuka potensi adanya korupsi terhadap pemimpin terpilih hasil Pilkada.

“Tapi kalau dari saya sendiri justru pertanyaan saya adalah apakah sistem politik pemilu, pilkada ini masih relevan setelah 20 tahun?," kata Tito di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (6/11/2019).

Baca Juga: Menghentikan Ekses Pilkada Langsung

“Banyak manfaatnya partisipasi demokrasi tapi kita lihat mudaratnya juga ada, politik biaya tinggi. Kepala daerah kalau enggak punya Rp 30 M mau jadi bupati mana berani dia, udah mahar politik,” katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI