Suara.com - Eks anggota DPR RI Bowo Sidik Pangarso dituntut tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK.
Jaksa KPK meyakini, bahwa politikus Golkar itu menerima suap mencapai Rp 2,6 miliar dalam perkara kasus penyuapan jasa bidang pelayaran PT. Pilog menggunakan kapal PT. Humpuss Transportasi Kimia (PT. HTK).
"Menuntut majelis hakim agar menyatakan terdakwa Bowo Sidik Pangarso terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata Jaksa KPK ketika membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur, Jakarta Pusat, Rabu (6/11/2019).
Jaksa menilai hal yang memberatkan terdakwa Bowo Sidik yakni tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Baca Juga: Kasus Suap Wali Kota Medan, KPK Cekal Anggota DPRD Sumut Akbar Buchari
Sedangkan, hal yang meringankan Bowo Sidik bersikap kooperatif di persidangan sehingga membantu proses lancarnya persidangan.
"Terdakwa akui terus terang perbuatannya, mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya dan belum pernah dihukum," kata Jaksa KPK.
Selanjutnya, Jaksa pun menuntut agar Bowo membayar uang pengganti sebesar Rp 52.095.965, dengan ketentuan apabila Bowo tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan, maka diganti dengan hukuman pidana penjara selama satu tahun.
"Pidana tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun terhitung selama terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," tutup Jaksa.
Dalam kasus ini Bowo diyakini jaksa menerima suap sebesar USD 163.733 dan Rp 311 juta atau senilia Rp 2,6 miliar lebih. Suap itu diterima dari Asty Winasty selaku General Manager Komersial atau Chief Commercial Officer PT Humpus Transportasi Kimia (HTK) dan Taufik Agustono sebagai Direktur Utama PT HTK.
Baca Juga: KPK Usut Korupsi Dana Desa Hantu, Bantu Polda Sultra
Pemberian suap itu diterima Bowo melalui orang kepercayaannya bernama M. Indung Andriani. Pemberian suap itu bertujuan agar Bowo membantu PT HTK mendapatkan kerja sama pekerjaan pengangkutan atau sewa kapal dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (PT Pilog).
Bowo menerima commitment fee yang diberikan Asty melalui Indung. Bowo juga diyakini bersalah menerima Rp 300 juta dari Lamidi Jimat selaku Direktur Utama PT AIS.
Jaksa menyebut Lamidi meminta bantuan Bowo menagihkan pembayaran utang. PT AIS memiliki piutang Rp 2 miliar dari PT Djakarta Lloyd berupa pekerjaan jasa angkutan dan pengadaan BBM.
Atas perbuatannya, Bowo Sidik diyakini jaksa bersalah melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, Pasal 64 ayat (1) KUHP.