Suara.com - Politisi oposisi paling terkemuka di Kamboja mengatakan ia siap menghadapi resiko dipenjarakan atau dibunuh dengan pulang ke tanah air dari tempatnya mengasingkan diri untuk mendongkel penguasa lama negara itu.
Sam Rainsy, pendiri bersama Partai Penyelamatan Nasional Kamboja, mengatakan kepada Associated Press, ia berharap kepulangannya yang direncanakan pada hari Sabtu akan memicu gerakan massal kekuatan rakyat tanpa kekerasan yang akan memaksa PM Hun Sen mundur dari jabatannya.
“Saya berharap menghadirkan perubahan demokratis, yang artinya mengakhiri rezim yang sekarang berkuasa, yang menjalankan kediktatoran yang brutal,” katanya dalam wawancara, Senin (4/11) di Brussels, di mana ia mencari dukungan dari para anggota parlemen Uni Eropa.
Ia mengatakan, dirinya berencana terbang ke Asia dari Brussels dan bersiap melintas masuk ke Kamboja dari sebuah negara tetangga pada Sabtu, yang bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Kamboja.
Baca Juga: Menyimak Angkor di Masa Silam, Potret Keelokan Bayon Temple Kamboja
Rencana kepulangannya itu sangat beresiko. Jika ia berhasil memasuki negaranya, penjara dipastikan akan menjadi tempat tinggalnya. Menurut Kementerian Kehakiman Kamboja, Rainsy telah dinyatakan bersalah atas enam dakwaan kejahatan – termasuk pencemaran nama baik yang memaksanya mengasingkan diri untuk menghindari hukuman dua tahun penjara – dan masih menghadapi delapan dakwaan lainnya. Ia dan beberapa rekannya menghadapi dakwaan pemberontakan bersenjata dengan rencana kepulanganya itu, dan menghadapi hukuman penjara 15 hingga 30 tahun.
Hun Sen telah selama hampir 35 tahun menjabat sebagai perdana menteri. Secara terang-terangan, ia telah mengutarakan niatnya untuk tetap berkuasa selama dua masa jabatan lima tahun lagi.
Sumber: VOA Indonesia