Suara.com - Pengamat Terorisme dari Universitas Indonesia (UI) Ridlwan Habib menyebutkan, pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden Jokowi - Maruf Amin dalam 5 tahun ke depan mendapat 3 ancaman intoleransi yang juga berpengaruh terhadap situasi keamanan serta politik.
Hal itu diungkapkan Ridlwan dalam diskusi bertajuk 'Radikalisme atau Manipulasi Agama?' yang digelar Lembaga Pemilih Indonesia di Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (4/11/2019).
Ridlwan mengatakan, acaman pertama datang dari kelompok kecil fraksi-fraksi ISIS di Indonesia seperti Jamaah Ansharut Daulah (JAD), Jamaah Ansharut Khilafah (JAK), Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Mujahidin Indonesia Barat (MIB), dan lainnya.
Menurut Ridlwan, setidaknya berdasar data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) kelompok tersebut berjumlah 1.500 orang.
Baca Juga: Cegah Terorisme dan Radikalisme, BPIP dan BNPT Teken MoU
"Jadi ancaman keamanan akan masih menghadapi kelompok ISIS selama lima tahun ke depan. Kelompok-kelompok ini sebenarnya kecil, tapi militan," tutur Ridlwan.
Ancaman kedua, kata dia, datang dari ranah sosial budaya, yakni tumbuh kembangnya sikap intoleransi serta radikalisme beragama.
"Ancaman sosial budaya, keteteran dengan kelompok HTI dalam konteks bagaimana mereka memanipulasi publik menggunakan media sosial, menggunakan channel populer, seperti Facebook, Instagram, YouTube,” kata dia.
Sedangkan ancaman ketiga yang dinilai cukup berbahaya yakni dari dunia politik, terkait intoleransi dan radikalisme. Ridwan mengatakan, kekinian ada pihak-pihak yang hendak ingin kembali memasukkan syariat Islam.
"Ancaman politik, mereka-mereka yang mulai mewancanakan lagi masuknya tujuh kata dalam Piagam Jakarta, itu kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya, sudah muncul lagi," kata dia.
Baca Juga: Mendagri: Radikalisme dan Terorisme Jadi Ancaman Bangsa