Suara.com - Apa kabar Pak Arief Yahya setelah pensiun? Sekarang aktif di mana?
“Baik, terima kasih. Masih menikmati masa purna tugas, berkumpul bersama keluarga, dan piknik-piknik,” jawab Menteri Pariwisata periode 2014-2019 itu.
Dari aktivitas super padat, lalu berhenti bekerja, apa tidak syok?
“Orang Jawa itu punya sifat ikhlas yang sering disebut sumeleh, bersyukur dengan apa yang ada. Nikmat dan anugerah Allah SWT itu tak terhitung jumlahnya,” tutur Arief, yang juga mantan Dirut PT Telkom itu.
Baca Juga: 3 Senjata Pamungkas Kemenpar Gaet 20 Juta Wisatawan
Ia menyebut, kalau di Bandung, aktivitasnya trekking, jalan-jalan di kebun, sambil menikmati alam. Kalau sedang di Jakarta, ia bercengkerama dengan cucu dan anak-anaknya.
“Menikmati kuliner, olahraga, dan aktivitas bersama keluarga,” jelas dia.
Sebenarnya, momen ini adalah pertama kali dalam sejarah hidup Arief tidak mengerjakan target dan pekerjaan khusus. Sejak berkarier di Telkom, setiap hari overtime bekerja.
Bagaimana dengan kinerja Kemenparekraf yang baru?
“Optimistis! Saya yakin Mas Tama mampu dan sukses. Saya juga yakin, seluruh insan pariwisata mendukungnya. Kita harus suport, beliau agar mimpi kita bahwa pariwisata menjadi core economy negara ini semakin dekat!” jawabnya.
Baca Juga: Gaet Wisatawan, Kemenpar Luncurkan Tiket Wonderful Indonesia
Arief berpesan pada semua pihak, agar tetap menjaga kondusivitas pariwisata. Biarkan para pejabat baru dengan kapal Kemenparekraf bekerja dan berkarya. Beri ruang yang leluasa untuk berekspresi, mengembangkan sektor pariwisata secara optimal.
Sejak dulu, Arief memang tidak ingin pariwisata gaduh dan penuh polemik pro kontra. Karena ekosistem di pariwisata dan ekonomi kreatif itu sangat sensitif dengan ketidakpastian.
Mereka adalah industri yang harus menjaga hospitality, keramahtamahan, dan kesantunan. Negara pasar juga mudah bereaksi dengan travel advice, jika situasi tidak kondusif.
“Thailand benchmark yang bagus. Mereka cepat recovery pasca krisis politik di negaranya. Kita juga harus banyak mengisi waktu untuk optimistik. Belajar dari Negeri Gajah Putih, pesaing profesional kita di pariwisata, itu,” jelas Arief.
Mengapa kita butuh pesaing?
“Itu pertanyaan bagus. Agar kita terus memberikan service excellent, selalu melayani yang terbaik. Bahkan kalau tidak ada pesaing pun, kita harus cari pesaing, atau sparing partner, jadi terus berkompetisi dan mengejar juara,” jawab lelaku asli Banyuwangi yang hobi berkebun ini.
Bahkan sampai akhir masa kepemimpinan Arief, Oktober 2019, Indonesia masih masuk ranking 1 dari Top 20 Besar Dunia dari Readers Choice Awards 2019, yang dikeluarkan media Condé Nast Treveler, yang dipilih oleh para pembaca dan viewers-nya dari seluruh dunia.
Indonesia nomor 1, disusul Thailand, Filipina no 8, dan Vietnam 10. Hanya 3 negara itu di ASEAN yang masuk top 20.
Banyak orang yang menyangka awards itu tidak berarti apa-apa. Dalam ilmu branding, itu sangat diperlukan.
Setidaknya ada 3C. Pertama, Calibration. Artinya Indonesia mengalahkan banyak negara itu, sudah melalui kriteria yang sama, global standard, sudah dikalibrasi dengan acuan yang sama.
Kedua, Confidence! Percaya dirinya meningkat, karena Indonesia bisa mengalahkan banyak negara yang hebat di pariwisata. Indonesia paling banyak dibicarakan di online media.
Ketiga, Credibility! Kemenangan dan pengakuan oleh media internasional itu menjadi sangat penting. Diakui, bukan hanya oleh insan pariwisata di Tanah Air, tapi juga para travellers dunia.
“Semoga akan terus menjaga branding Wonderful Indonesia di mata dunja.
Branding itu tidak boleh berhenti, terus di-create, agar abadi dan terus dibangun. Dia mencontohkan Nike, salah satu brand ternama di dunia.
Dia tidak pernah berhenti untuk menjadi yang terbaik, termsuk persaingan antara Pepsi dan Coca Cola, nyaris tidak pernah selesai berkompetisi menjadi yang terbaik.
Brand Wonderful Indonesia sendiri semakin diperhitungkan di kancah internasional. Dari country branding, Wonderful Indonesia naik menjadi peringkat 47, yang sebelumnya tidak punya peringkat.
Itu sudah mengalahkan Truly Asia Malaysia di urutan 96, dan Amazing Thailand di posisi 83.
Arief yakin, optimistis, pariwisata Indonesia akan bergulir semakin cepat, akan berkembang semakin pesat.
“Ini seperti keniscayaan. Pariwisata sudah menjadi penyumbang devisa terbesar kedua setelah CPO. Ibarat bola salju, sudah menggeling kencang, dan akan terus membesar,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Didien Junaedy berharap, potensi yang ada di dalam diri Arief bisa dimaksimalkan.
"Melihat reputasi Pak Arief Yahya, komitmen beliau pada pekerjaan, serta sukses 5 tahun membawa pariwisata ke level dunia, sayang rasanya kalau potensi anak bangsa ini tidak diberdayakan. Apalagi Arief Yahya andal di banyak bidang, khususnya di marketing, strategic management, dan digital," papar Didien.