Suara.com - Demo di Chili yang dipicu kenaikan tarif transportasi sejak Oktober lalu masih berlanjut hingga Jumat (1/11/2019). Lebih dari 20.000 orang kembali turun ke jalan di sekitar Plaza Baquedano (Plaza Italia), pusat kota Santiago de Chile.
Aksi dengan massa yang besar ini terjadi seminggu setelah lebih dari satu juta orang melakukan demonstrasi di ibu kota Chili.
Dilansir dari Aljazeera, sekitar seribu wanita berpakaian hitam dan membawa bunga berbaris di jalan-jalan Santiago, Jumat (1/11/2019). Mereka menyerukan keadilan untuk dua puluhan orang yang telah meninggal selama kerusuhan yang bergejolak di Chili dalam dua minggu ini.
Ribuan orang lainnya juga dilaporkan terluka selama aksi demo dan kerusuhan ini terjadi.
Baca Juga: Pakar Hukum: Jokowi Tak Perlu Tunggu MK untuk Terbitkan Perppu KPK
"Pawai aksi diam" ini juga menunjukkan protes besar terhadap ketimpangan sosial di Chili.
Sebastian, seorang guru berusia 29 tahun yang ikut berdemo, mengatakan, "Ini tidak akan berhenti".
"Hari ini adalah hari libur nasional di Chili, tetapi lihat, semua orang di sini, mereka tidak peduli dengan liburan, semua yang mereka inginkan adalah martabat, kehidupan baru," imbuhnya.
Para pengunjuk rasa menyerukan perubahan sosial dan ekonomi yang drastis di Chili.
Sebastian mengatakan bahwa para pemrotes "ingin memberi tahu kepada pemerintah Chili bahwa segala sesuatunya tidak beres".
Baca Juga: Iuran BPJS Naik, Pemkab Gunung Kidul Khawatir Peserta Bakal Berkurang
"Kami perlu perbaikan serius di masyarakat. Aku datang ke sini hampir setiap hari sejak ini dimulai dan aku bermaksud untuk datang ke sini sampai kita mendapatkan konstitusi baru," ucap Sebastian.
Demonstran marah atas uang pensiun yang buruk, privatisasi layanan kesehatan dan pendidikan, kesenjangan ekonomi yang makin meluas, upah rendah, serta biaya hidup yang tinggi. Bahkan seruan yang meminta Presiden Sebastian Pinera untuk mengundurkan diri kini menjadi nyanyian para demonstran.
Presiden Pinera sebenarnya telah berupaya menenangkan situasi dengan mengakhiri status darurat dan jam malam militer.
Ia juga mengumumkan perombakan kabinet pemerintahan serta melakukan reformasi sosial, termasuk menaikkan 20 persen dana pensiun dan menambah upah minimum bulanan, dari 413 dolar AS (sekitar Rp5,8 juta) menjadi 481 (Rp6,7 juta).
Tetapi bagi banyak pengunjuk rasa, reformasi itu hanya menyelesaikan masalah di permukaan saja.
Saat orang-orang yang ikut aksi demo makin banyak, Pinera memutuskan, Chili mundur dari penyelenggaraan dua konferensi internasional, yaitu KTT APEC dan pertemuan perubahan iklim COP25.
Presiden mengatakan, itu adalah "keputusan menyakitkan", tetapi ia mengaku perlu memprioritaskan pembangunan kembali ketertiban umum.