"Misal seperti kemarin ada nilai Rp82,8 miliar (lem Aibon) itu kan common sense saja tidak bisa diterima atau yang saya tunjukkan tadi malam. Membeli penghapus Rp83 miliar sudah gak masuk akal. Yang begitu itu oleh sistem seharusnya bisa ditolak. Itu penting supaya kita bisa membedakan antara kekeliruan dengan manipulasi," ucap Anies.
Sistem itu juga kata Anies nantinya akan diberikan pilihan-pilihan untuk mengatasi kesulitan sumber daya manusia (SDM) para penginput data tersebut di lapangan, sehingga kejadian "asal ada dulu" dalam pos anggaran karena menemukan kesulitan tidak adanya komponen kegiatan tidak terjadi lagi.
"Selama ini kalau ketemu kesulitan di lapangan komponen gak ada, akhirnya dikarang, nah itu harus ada caranya sehingga bisa dimasukan dulu sesuatu. Sistemnya harus bisa memberikan semua opsi. Ya mata anggaran, sekaligus juga kalau menyangkut teknologi yang lebih baru. Yang belum ada di katalog kita, kalau itu mau digunakan, seringkali kan yang sementara ada dulu saat ini. Nanti setelah masuk katalog baru dimasukkan. Nah ini supaya bisa dipertanggungjawabkan," ucap Anies menambahkan.
Sistem e-budgeting direncanakan oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo pada 2013 lalu melalui Peraturan Gubernur Nomor 145 tahun 2013. Sistem tersebut kemudian dijalankan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat menjabat gubernur pada 2015 lalu.
Baca Juga: Anies Salahkan Sistem e-Budgeting, Abu Janda: yang Tidak Smart Pemilih Anda