"Saya marah dan kecewa. Saya menangis tiada henti saat mencarinya," kata sang ibu, Nur Halima, sembari menimang bayi perempuan berusia dua bulan yang dia panggil cucu.
"Dia belum selesai sekolah. Tapi apa yang bisa saya lakukan kecuali mengizinkannya menikah? Jika dia bercerai, itu akan menjadi aib buat keluarga kami," kisahnya kepada Thomson Reuters Foundation seperti dikutip dari DW Indonesia.
Kisah Yani tidak unik di pulau Lombok. Namun kini aktivis bahu-membahu dengan tetua adat untuk menyelamatkan reputasi "merariq" sebagai tradisi Sasak.
Pernikahan Tak Tercatat
Baca Juga: Inginkan Pesta Pernikahan saat Matahari Terbit, Calon Pengantin Ini Dihujat
Organisasi hak perempuan Girls Not Brides melaporkan, sekitar 12 juta perempuan di seluruh dunia menjadi pengantin bocah setiap tahunnya.
Mereka yang menikah dini tidak hanya terancam oleh eksploitasi rumah tangga, tetapi juga kekerasan seksual atau bahkan kematian saat melahirkan.
Pemerintah menyebutkan, praktik pernikahan anak di Indonesia sering terjadi lantaran kemiskinan atau untuk merawat tradisi seperti di Lombok.
Saat ini Nusa Tenggara Barat bertengger di urutan atas daftar provinsi dengan kasus pernikahan anak terbanyak di Indonesia.
Tradisi kawin culik di Lombok sudah ada sejak beberapa generasi. Terkadang pihak pria berunding dengan keluarga perempuan setelah lamaran, berbeda dengan praktik penculikan pengantin di Kirgistan, Mali atau Ethiopia.
Baca Juga: Inspiratif dan Irit, Cara Menyebar Undangan Pernikahan Ini Dijamin Gereget!
Dalam tradisi Sasak, calon pengantin pria akan membawa pengantin perempuan ke lokasi tertentu untuk berbicara satu sama lain, di bawah pengawasan anggota keluarga.