Suara.com - Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menyinggung skandal anggaran lem aibon anggaran ganjil di RAPBD DKI Jakarta 2020. Ahok menyinggung juga soal e-budgeting yang dia buat saat jadi gubernur.
Menurut Ahok, e-budgeting bisa berjalan baik jika data yang dimasukkan PNS ke sistem tidak berniat mark up.
"Sistem itu berjalan baik jika yang input datanya tidak ada niat mark-up apalagi maling. Untuk mencegah korupsi hanya ada satu kata: transparansi," kata Ahok dalam twitternya, @basuki_btp, Kamis (31/10/2019).
Sebelumnya, beberapa pengadaan dalam rancangan anggaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI tahun 2020 masih bermasalah. Anies Baswedan menyebut sistem e-budgeting adalah penyebabnya.
Baca Juga: Anies Klarifikasi Skandal Lem Aibon, Ferdinand: Kualitas Ngelesnya Lemah
Masalah yang muncul soal anggaran itu adalah viralnya anggaran untuk beli lem aibon senilai Rp 82 miliar dan ballpoint Rp 123 miliar. Anies menganggap dua hal itu merupakan komponen dari kegiatan yang belum dibahas sampai rampung.
Anies menjelaskan, dalam penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD), pihaknya hanya merencanakan sampai kegiatan dan jumlah anggaran. Sementara sistem e-budgeting mengharuskan pihaknya mencantumkan komponen kegiatan.
E-Budgeting adalah sistem penyusunan anggaran buatan Gubernur DKI Jakarta sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Sistem ini dibuat untuk memudahkan Pemprov dalam menyusun anggaran.
Mantan Mendikbud ini menganggap sistem digital ini tidak sepenuhnya otomatis. Menurutnya untuk melakukan verifikasi rancangan anggaran, masih harus dilakukan secara manual.
"Ini sistem digital tetapi masih mengandalkan manual sehingga kalau ada kegiatan-kegiatan, jadi gini ketika menyusun RKPD di situ diturunkan bentuk kegiatannya," ujar Anies di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu (30/10/2019).
Baca Juga: Heboh Anggaran Lem Aibon DKI, Ferdinand: Terbongkar Juga Kebusukan Itu